Hal itu diungkapkan oleh Banteng Muda Indonesia (BMI) Kabupaten Indramayu, pihaknya mempertanyakan perkembangan penyelidikan kasus dugaan korupsi bantuan program kedelai tahun 2015 yang merugikan negara sekitar Rp 63 milyar.
"Kasus kedelai ini mangkrak. Ada apa dengan kejaksaan. Kenapa kejaksaan lambat dalam menangani kasus tersebut, padahal sinyalnya sudah kuat," ungkap Ketua BMI Indramayu, Sahali SH, Selasa (7/6/16).
Ia memaparkan, mandegnya kinerja Kejaksaan dalam mengusut kasus ini, menurutnya sangat tidak masuk akal, pasalnya sinyal adanya dugaan praktik korupsi pada program tersebut sudah sangat nyata.
"Termasuk adanya dugaan gratifikasi dari pelaksanaan program yang menggunakan APBN dari Kementerian Pertanian. Kami juga mendengar, kelompok tani penerima program berangkat umrah berjamaah, ini juga bisa diselidiki kebenarannya," tuturnya.
Selain itu, ia juga mengingatkan kepada Kejaksaan bahwa temuan dari inspektorat Propinsi Jawa Barat, mestinya menjadi bukti permulaan jika program tersebut dilaksanakan tidak sesuai ketentuan.
Lebih jauh, ia juga mengatakan bahwa ada desas desus oknum dari pihak Kejaksaan Indramayu yang mencoba bermain untuk menutup kasus ini.
"Jika kejaksaan lambat, berarti informasi adanya penyuapan terhadap oknum penyidik kejaksaan patut ditelusuri kebenarannya. Tapi jika memang tak menerima suap, buktikan dong, agar publik dan masyarakat puas terhadap pelayanan Kejari Indramayu," tegasnya.
Untuk itu, pihaknya akan menyampaikan persoalan tersebut kepada pihak yang lebih tinggi, seperti Kejati dan Kejagung untuk meminta tindaklanjut atas kasus ini.
"Kita nanti akan upayakan ke ranah yang lebih tinggi, biar tahu bahwa Kejaksaan di Indramayu tidak jalan, dan tidak bisa menyelsaikan kasus-kasus di daerah," pungkasnya.