Ketua Tim Peneliti IPB, Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si, menyimpulkan empat hasil temuan penelitian yang berlangsung pada bulan Oktober hingga Desember 2016. Penelitian tersebut dilakukan bersama dengan tim peneliti Universitas Wiralodra Indramayu.
Ia memaparkan, Keempat temuan tersebut adalah, pertama, keanekaragaman hayati yang meliputi keragaman flora dan satwa liar tidak terpengaruh oleh kegiatan Sesmik tiga Dimensi (3D). Perbedaan hasil ukuran keanekaragaman hayati lebih disebabkan oleh perbedaan kondisi cuaca pada saat pengumpulan data di lapangan.
Kedua, tidak ada kerusakan pada tanaman jeruk, padi sawah, dan mangga yang diakibatkan oleh rambatan getaran yang bersumber dari kegiatan seismik 3D, yang dibuktikan dengan tidak dijumpainya jenis pohon jeruk ataupun mangga yang mengalami kematian atau bahkan tanda-tanda kematian seperti kerontokan (gugur) daun, pengeringan ranting dan cabang setelah 2 minggu pasca seismik.
Demikian pula yang terjadi pada tanaman padi, tidak menunjukkan adanya kematian akibat kegiatan seismik 3D. Oleh karena itu tidak ada hubungan antara kegiatan seismik 3D dengan tingkat kerusakan tanaman jeruk, mangga, ataupun padi sawah.
Ketiga, kegiatan seismik 3D yang menimbulkan getaran pada lapisan tanah tidak berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah, yang dibuktikan dengan tidak adanya perubahan antara kondisi hara tanah pada sebelum kegiatan dan sesudah dilakukannya seismik.
"Kegagalan budidaya tanaman hortikultura, terutama jeruk, lebih diakibatkan oleh serangan hama dan penyakit yang telah ada sebelum kegiatan seismik dilakukan," ungkap Ketua Tim Peneliti IPB dalam rilis yang diterima, Rabu (7/12/16).
Lebih lanjut diterangkan, bahwa jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman jeruk, yang ditemukan baik sebelum maupun sesudah kegiatan seismik adalah CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) yang disebabkan oleh bakteri Candidatus liberibacter asiaticum, embun jelaga (cendawan Capnodium citri), kudis/scab (cendawan Spaceloma fawcetti), kanker atau bercak daun (cendawan Xanthomonas axanopodis), kutu sisik (serangga Lepidosaphes beckii), ulat peliang/ penggorok daun (serangga Phyllocnistis citrella), kutu daun (serangga Taxoptera citridus, Taxoptera auranti), dan kutu kebul (serangga Bemisia tabaci).
Keempat, masyarakat menerapkan teknik budidaya tanaman jeruk, mangga, dan padi sawah dengan mengikuti teknik yang diwariskan turun temurun.
Pengetahuan tentang budidaya tanaman yang baik dan benar kurang dikuasai sehingga perawatan dan pemeliharaan tanaman belum dilakukan secara intensif. Masyarakat kurang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang organisme pengganggu tanaman (OPT).
Saran Peneliti
Selain menyimpulkan 4 temuan tersebut, Tim Peneliti memberikan saran kepada petani budidaya jeruk.
"Pengendalian penyakit CVPD pada tanaman jeruk dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan: (a) strategi penanaman tanaman sela dari jenis jambu biji Psidium guajava L. (b) Pengembangan populasi tawon jenis Tamaraxia dryi Waterston dan Tamaraxia radiatus Waterston, sebagai agen extoparasit serangga vektor CVPD. (c) Injeksi tetracyline atau penicillin ke pohon yang terserang penyakit dengan dosis 500 ppm atau 1000 pp dengan tekanan 10 kg2/cm. (d) Penggunaan insektisida yang efektif dan terdaftar untuk digunakan pada jeruk seperti imidacloprid, fenpropathrin, chlorpyrifos, dan dimethonate," tandasnya.