"Pemerintah memberikan bantuan 11 pcs dengan panjang 500 meter, sementara nelayan membutuhkan 2500 meter dan perlu 35pcs per kapal. Harus ada tambahan lagi, sementara nelayan tradisional hanya mengandalkan dari hasil harian untuk kebutuhan sehari-hari, tidak bisa membeli alat yang masih kurang itu. Saya akan sampaikan aspirasi ini langsung ke kepresidenan," jelas anggota DPR Komisi IV Fraksi PDI Perjuangan Ono Surono ST dalam kegiatan Rapat Dengar Pendapat (RDP) 4 Pilar Kebangsaan di Kampung Nelayan blok Glayem Kecamatan Juntinyuat Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Senin (17/4/17).
Diketahui, berdasarkan Permen Nomor 2/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets), dogol/cantrang masuk kategori alat tangkap tak ramah lingkungan yang dilarang pemerintah, Namun, berdasarkan Surat Edaran Nomor: 72/MEN-KP/II/2016 nelayan diberi kesempatan menggunakan alat itu hingga akhir Desember 2016, kemudian melalui surat edaran nomor B.I/SJ/PL.610/I/2017 yang ditandatangani Sekretaris Jenderal Menteri Kelautan dan Perikanan Sjarief Widjaja pada 3 Januari 2017, pemberlakuan aturan itu diperpanjang hingga Juni 2017.
Salah satu nelayan, Dasikin (45), asal Glayem Juntinyuat Indramayu menuturkan, jika dogol tetap dilarang, nelayan ingin ganti rugi jaring teri atau Kursin waring, namun ukurannya harus sesuai dengan kebutuhan per kapal.
"Bagi nelayan harian yang berangkat pagi pulang sore, alat jaring tidak terlalu diperlukan, jika kursin waring kan bisa untuk harian," terangnya.
Sementara yang dikeluhkan Wanto, nelayan setempat, Jika program alat tangkap yang dipelopori pemerintah tidak bisa mengganti alat tangkap yang dilarang, maka nelayan akan terganggu perekonomiannya, dan terancam tidak bisa melaut.
"Ya kalau pakai dogol, katanya nanti di operasi, ditangkap, dipenjara, ya kalau nelayan harian yang menggantungkan kebutuhan sehari-hari di laut, jadi takut untuk bekerja di laut, karena masih menggunakan dogol," tandasnya.