"Kami aksi di daerah masing-masing. Yang di Jakarta kami ikut aksi jaringan. Di daerah Misalnya di Indramayu, NTB, Banten, Lampung, dan lainnya," ujar Ketua Umum SBMI, Hariyanto, Senin (1/5/17).
Ia memaparkan, momentum hari buruh internasional sebagaimana sejarahnya adalah sejarah perjuangan hak-hak buruh untuk merebut kesejahteraan dan hidupan yang layak sebagai manusia.
"Harus diakui bahwa buruh migran sangat berjasa sekali dalam mendorong kesejahteraan keluarga dalam skala mikro dan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi secara makro.
Ia membeberkan, berdasarkan data nasional dari Bank Indonesia per Maret 2017, dari keringat buruh migran menghasilkan uang kiriman atau remitansi sebesar USD. 766.808.468 atau setara dengan Rp. 10,2 triliun (Rp. 10.212.355.175.625).
"Dari kiriman mereka, ekonomi di desa-desa terdongkrak tumbuh dan menggerakkan sektor lainnya seperti tenaga tukang bangunan, pendidikan, kegiatan keagamaan dan perdagangan. Dari uang buruh migran, dengan jumlah yang banyak tentu pemerintah tidak usah membeli uang asing untuk melakukan transasksi atau devisa," jelasnya.
Hariyanto berharap, lewat aksi May Day 2017, pihaknya meminta pemerintah untuk serius memperbaiki dan mengevaluasi tata kelola pelayanan dan pekerja migran di seluruh negara yang menjadi tujuan mereka bekerja.
"93% adalah kasus pelanggaran perjanjian penempatan yang menyebabkan pekerja migran mengalami pembebanan biaya yang mahal/overcharging," tandasnya.