Hal itu diungkapkan TKI RN asal Indramayu saat menghubungi cuplikcom, Kamis (13/7/17), menyikapi klarifikasi pihak PT BSA terkait kasusnya yang saat ini sedang diselesaikan di BNP2TKI dan Kementerian Tenaga Kerja RI. (Baca: Kasus RN, PT Buana Safira Abadi Tegaskan Tak Lakukan Overcharging) (Baca juga: BN2TKI Diminta Tindak Tegas PT Buana Safira Abadi)
RN menjelaskan, pelanggaran UU yang dimaksud adalah terkait proses perekrutan PT BSA terhadap RN, termasuk PT BSA dalam merekrut TKI melakukan overcharging di luar ketentuan UU.
"Kenapa saya melaporkan pihak PT mengenai overcharging, karena Pihak PT Buana Safira Abadi ini sudah melakukan perekrutan melalui jasa sponsor atau calo untuk merekrut CTKI. Padahal menurut UU, pihak PT itu tidak boleh merekrut calon TKI melalui sponsor atau calo, sebagaimana yang tertera dalam Permenaker Nomor 22 Tahun 2014, Tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri," papar RN.
RN juga menambahkan, kesalahan lain yang dilakukan pihak PT BSA adalah telah melakukan manipulasi penandatanganan PK (Perjanjian Kerja), tidak sesuai Job Order, dan juga CTKI tidak diberikan pelatihan atau sertifikasi saat pra penempatan.
"Yang dulunya dijanjikan di Pabrik Plastik tapi malah ditempatkan di Pabrik Karung. Saya juga tidak diikutsertakan dalam pelatihan bahasa atau sertifikasi," jelasnya.
RN memaparkan, terkait overcharging yang dilakukan PT BSA bukan tanpa dasar, ia membeberkan bahwa dalam Keputusan Dirjen No. 152 Tahun 2009, tentang biaya penempatan TKI Formal ke Taiwan, biaya penempatan hanya sebesar Rp10.675.400.
"Tapi saya melalui sponsor atau tangan kanan PT itu dimintai biaya sebesar Rp27 juta, ditambah Rp4 juta langsung melalui staf PT. Dan saat itu pihak PT Buana Safira Abadi ketika bertanya kepada saya, Berapa yang kamu sudah bayar ke Pak Dayat atau Sponsor kamu? Saya jawab, Dua puluh tujuh juta. Dia jawab kurang, kamu harus bayar empat juta lagi katanya, jadi kan semuanya Rp31 juta, jauh sekali selisihnya dengan ketentuan UU," terang RN.
Oleh karenanya, meski pihak PT menyangkal tidak melakukan overcharging, RN justru mengnagkal balik bahwa buktinya sudah jelas pihak PT melakukan overcharging, dan RN meminta untuk diklarifikasi langsung dengan pihak sponsor atau calo yang merekrut RN.
"Secara tidak langsung PT mengenali sponsornya dan dia juga tahu rumahnya. Tapi kenapa waktu mediasi di Kemenaker, saat disuruh oleh mediator dari Kemenaker suruh mendatangkan sponsornya dia tidak mau. Kalo toh, iya menyangkal tidak melakukan praktek "Overcharging" pembiayaan berlebihan, sok mangga datangkan langsung pihak sponsor saya, biar permasalahan kita clear!" tegasnya.
RN mengaku, dalam menangani masalahnya tersebut, ia meminta dan masuk dalam organisasi Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) sebagai anggota.