Anggota Baleg DPR RI, Ono Surono (Foto: am)
Cuplikcom - Jakarta - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, Ono Surono menegaskan terkait substansi pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Masyarakat Adat diminta jangan sampai isinya justru menciptakan konflik dengan masyarakat adat atas tanah dan hutan adat. Ia meminta agar pihak masyarakat adat dilibatkan dalam proses pembahasan RUU tersebut.
Hal itu diungkapkannya dalam Rapat Badan Legislasi tentang Pengharmonisasian, Pembulatan, dan Pemantapan Konsepsi atas Rancangan Undang Undang tentang Masyarakat Adat, dan dikaji oleh Tenaga Ahli Badan Legislasi DPR RI, di Ruang Baleg DPR-RI, Rabu (23/8/2017).
Dalam pembahasan yang merupakan inisiatif dari DPR kali ini, para anggota Baleg DPR-RI berkonsentrasi kepada permasalahan yang kerap kali berujung konflik antara masyarakat dan perusahaan atau bahkan pemerintah, contoh saja seperti tanah adat atau hutan adat, sudah tak terhitung berapa jumlah permasalahan seperti ini berujung konflik karena tumpang tindihnya antara hukum negara dan hukum adat masyarakat setempat.
Ono Surono mengatakan, titik awal dari pembahasan RUU ini adalah bertolak dari konflik penguasaan SDA, dan menurutnya harus dipisahkan antara perihal penanganan yang bersifat eksploitatif dan konservasif.
Ono mempertanyakan mengapa RUU sebelumnya yang pernah dibahas belum juga di sahkan. Ia beranggapan bahwa untuk mengkaji permasalahan dapat diantisipasi dengan cara mengundang Aliansi Masyarakat Adat Nusantara untuk berdiskusi bersama atau aliansi yang lainnya, bahkan dalam kesempatan rapat, Ono Surono sempat mempertanyakan dalam forum rapat tentang seperti apa tanggapan pemerintah terkait RUU yang sudah ada namun belum juga disahkan.
Ono Surono menambahkan, di kalangan masyarakat masih terdapat anggapan bahwa kehidupan masyarakat harus selaras dengan alam sekitar, dan itu harus dihargai dan dijunjung tinggi, jangan sampai peraturan yang dibuat malah merampas hak masyarakat adat.
"Harus ada substansi yang mengatur masyarakat adat ini dilindungi sekaligus diberdayakan dengan memanfaatkan SDA yang ada, dan ketika pemerintah mempunyai rencana pembangunan yang akan mengambil lahan atau tanah yang dianggap masuk dalam kategori kekuasaan adat, tidak lagi bermasalah karena hukum negara selaras dengan hukum adat", tutup Ono.