Anggota Dewan Transportasi Kota (DTK) Jakarta Tubagus Haryo Karbiyanto mengatakan, seharusnya konversi ke BBG itu seharusnya dimulai pada kendaraan milik Pemprov DKI dan DPRD DKI Jakarta. Mulai dari kendaraan pribadi, antar jemput, dinas dan bus. Ini penting agar masyarakat terdorong mengganti ke gas setelah melihat keteladanan pihak eksekutif.
Pemprov juga harus memberikan potongan bea masuk kepada pengusaha sebagai insentif konversi tersebut. Apalagi suku cadang yang akan digunakan masih impor dan belum ada yang diproduksi di dalam negeri.
Sementara untuk landasan hukum, pemprov harus membuat peraturan gubernur baru. Karena Perda 2 No 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara kurang kuat sebagai landasan hukum konversi itu.
"Sosialisasi mengenai keuntungan dari perpindahan bahan baker dari minyak ke gas ini juga harus dilakukan jauh-jauh hari," kata Haryo di Jakarta, Senin (23/3/2009).
Namun, sebelum wacana ini dilakukan pemprov juga harus mengevaluasi beberapa hal. Antara lain penambahan SPBG di Jakarta, sehingga pengendara berbahan bakar gas tidak kesulitan mengisi bahan bakar.
Selain itu, pemprov juga harus menjamin kalau suku cadang yang akan digunakan aman dari kecelakaan, mengingat masih banyak kecelakaan pada busway ber-BBG. Dia menegaskan, kalau memang pemprov bersungguh-sungguh menciptakan udara bersih maka persyaratan apapun akan dilaksanakan.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mewacanakan agar seluruh armada taksi menggunakan bahan bakar gas. Namun wacana ini pun masih terkendala karena suplai dan lokasi SPBG yang masih terbatas. Pemprov pun masih mengeluhkan sistem pembayaran yang masih memakai mata uang dollar sehingga nilai jualnya mahal.