Ketua GNPK RI Provinsi Jabar, NS Hadiwinata. (foto: winan)
Cuplikcom - Banjar - Keberadaan Herman Sutrisno mantan walikota dua periode yang diangkat sebagai tenaga ahli di Pemerintah Kota Banjar Jawa Barat dinilai salah kaprah. Sebagai tenaga ahli Herman Sutrisno diangkat langsung oleh sang walikota Banjar yang juga merupakan suami dari Walikota periode sekarang, Ade Uu Sukaesih.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi Republik Indonesia (GNPK RI) Provinsi Jawa Barat, NS Hadiwinata angkat bicara. Menurutnya didalam SK pengangkatannya tersebut tidak jelas poksi keahliannya.
"Ibarat pemain sepak bola yang berada disemua lini, yang bersangkutan selalu ada dan jadi Ketua pada setiap kepentingan Pemkot," paparnya, Jumat (08/09/17).
Ia mengungkapkan memang tidak ada Undang-undang yang mengatur tentang tenaga ahli kecuali diatur dengan Perda. Hal tersebut dinilai hanya untuk kepentingan golongan.
"Dan tenaga ahli di Pemkot Banjar hanya sang suami walikota satu-satunya (Borongan) dan ternyata di Pemkot Banjar dianggap tidak memiliki staf ahli," tukasnya.
Ia membeberkan salah satu contoh kepentingan borongan tersebut adalah dalam pemberangkatan haji yang baru-bari ini di berangkatkan.
"Dimana Herman Sutrisno selaku Ketua TPHD dan Guntur Rahmadi adalah anak dari Herman dan Walikota yang diusulkan ke Gubernur Jawa Barat sebagai calon TPHD yang akhirnya kini berangkatlah sudah sang anak menunaikan ibadah haji dengan cara gratis. Karena dibiayai negara sebagai TPHD," bebernya.
Terkait hal itu, pihaknya akan membuat kajian dalam dugaan manipulasi data dan itu dimungkinkan terjadi kerugian negara.
"Kami GNPK RI Jabar memiliki tiga alat bukti yang akan segera membuat kajian kemungkinan adanya dugaan memanipulasi data dan kemungkinan dugaan terjadinya kerugian negara," tegasnya.
Dikatakannya sepintas ini mencerminkan suatu bentuk Dinasti Politik, adanya keserakahan kekuasaan untuk melanggengkan kepentingan dan mengamankan kebocoran uang negara yang dilakukan oleh kerabatnya terdahulu semasa menjabat Walikota.
"Dalam hal ini rakyat tidak boleh membiarkannya karena ini sangat menyengsarakan rakyat itu sendiri," tandasnya.
Pengangkatan tenaga ahli seringkali karena kedekatan ideologis ketimbang latar belakang keahlian. Akibatnya, kehadiran mereka kurang dirasakan manfaatnya.