Aksi SBMI pada migran day 2017 di Jakarta (cuplikcom/am)
Cuplikcom - Jakarta - Memperingati Hari Buruh Migran Internasional (Migran Day) 2017, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menggelar aksi damai di depan istana negara Republik Indonesia, Jakarta, Senin (18/12/2017).
Aksi diikuti oleh seluruh perwakilan pengurus SBMI daerah se-Indonesia, aksi juga didukung oleh Solidaritas Perempuan (SP), Human Right Working Group (HRWG), Jaringan Buruh Migran (JBM), dan para aktivis buruh migran lainnya.
Titik kumpul massa aksi, dimulai dari perempatan Patung Kuda sekitar pukul 10.00 WIB, kemudian melakukan long march menuju gedung Istana Negara.
Aksi damai dibuka oleh ketua umum SBMI, Haryanto, kemudian diisi dengan orasi dari perwakilan pengurus SBMI daerah seluruh Indonesia. Selain itu, aksi juga dimeriahkan dengan pagelaran drama teater dari Solidaritas Perempuan yang berkisah tentang proses rekrutmen TKI di Timur Tengah.
Haryanto menjelaskan, upaya pemerintah dalam mewujudkan perbaikan tata kelola migrasi terlihat dalam UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang baru disahkan pada Oktober 2017. Pembagian tugas dan wewenang yang proporsional antara pemerintah pusat dan daerah, pengurangan peran swasta dalam system penempatan, pembentukan Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA), peralihan pengelolaan jaminan sosial dari swasta ke Negara, dan pelibatan masyarakat dalam pengawasan menjadi isu penting yang diatur UU yang patut diapresiasi.
“Pemerintah juga harus menjamin pendidikan gratis dan aksesnya yang mudah agar dapat dinikmati manfaatnya bagi buruh migran termasuk anak buruh migran. Ini penting agar buruh migran dan keluarganya memiliki bekal pengetahuan dan ketrampilan yang baik dalam mempertahankan maupun memperjuangkan hak-haknya," ujar Haryanto dalam orasinya.
Sementara, dari Jaringan Buruh Migran (JBM), Savitri menyatakan permasalahan yang dialami oleh buruh migran terbesar adalah masalah ketenagakerjaan dalam hal upah rendah dan upah tidak dibayar, kondisi kerja yang ekspolitatif dalam hal jam kerja tinggi, beban pekerjaan berat, tidak ada hari libur, dan mendapatkan kekerasan baik psikis maupun fisik. UU PPMI meski telah lebih baik dari UU No. 39/2004 namun masih banyak kelemahan yang perlu di perbaiki dalam 28 peraturan turunan terutama pada bagian pengawasan.
"Pengawasan harus memastikan bahwa hak-hak buruh migran tidak dilanggar dan pelayanan migrasi dapat mudah diakses, mudah dijangkau, cepat, bebas pungli dan bebas dari komersialisasi. Jangan sampai peraturan turunan memunculkan ruang eksploitasi yang baru,” jelasnya.
Lebih lanjut, Puspa Dewy, Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan menegaskan, pemberlakuan Roadmap Zero Domestic Workers yang diperkuat dengan Kepmen 260 Tahun 2015 menjadi bukti yang tidak terbantahkan. Solidaritas Perempuan menilai program dan kebijakan yang mengatasnamakan perlindungan bagi perempuan buruh migran pekerja rumah tangga merupakan kebijakan yang salah arah dan diskriminatif karena bersifat pelarangan atau pembatasan bagi pilihan perempuan untuk bekerja.
“Bukti jika Negara serius melindungi hak-hak perempuan buruh migran adalah dengan mencabut kebijakan dan menghentikan berbagai praktik diskriminatif terhadap perempuan buruh migran dan keluarganya,” terangnya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh, Wike, dari HRWG, menurutnya buruh migran menjadi objek rentan terjadinya perampasan terhadap hak asasi manusia, terutama di sektor pekerja rumah tangga.
"Hak untuk dilindungi merupakan hak dasar seluruh warga Indonesia yang dijamin UU," tegasnya.
Tuntutan Migran Day 2017
Oleh karenanya, pada aksi bersama di Migran Day 2017 ini secara kesulurahan menyimpulkan ada 13 tuntutan yang harus dilakukan pemerintahan, buruh migran Indonesia menuntut:
Aksi ditutup dengan pembacaan 13 tuntutan tersebut, kemudan massa aksi berangsur membubarkan diri dengan damai.