Ilustrasi. (foto: istimewa/google)
Cuplikcom - Opini - Sahabat, tataplah tanah pekuburan yang berada di sekitar kita. Itulah istana terindah yang kita miliki. Itulah kasur terakhir yang kan kita nikmati. Itulah tempat pasti yang kan kita huni. Sudah siapkah kita untuk menghuninya ? Siap atau tidak siap, pasti kita kan menghuninya.
Mungkin kita merasa belum mem-booking kavling disana. Tapi itulah keadilan Tuhan, bahwa otomatis setiap kita sudah mem-booking-nya bebas uang muka. Tidak ada cicilan jangka panjang. Tanpa sertifikat kepemilikan. Tapi nama kita dipastika ada dalam daftar tunggu.
Sahabat, Saat ini hakikatnya kita sedang menunggu panggilan, panggilan kematian tuk menghadap Sang Khalik
Dan dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatan dan ucapan di Mahkamah Rabbi seperti itulah kita pasti kan peroleh keadilan. Meski tanpa pembela dan tekanan massa dan tanpa mengeluarkan uang se rupiah-pun Kita kan tetap peroleh keadilan.
Sahabat, ku tatap liang lahat untuk kita sudah mulai terbuka. Gundukan tanah merah siap mengurug kita. Papan nisan sedang dipahat bertuliskan nama kita. Semua tinggal menunggu panggilan. Esok, lusa, hanya soal waktu.
Sakit, kecelakaan, usia hanya soal metoda. Di rumah, kantor, klinik hanya soal tempat. Kita tidak bisa memilihnya, karena itu soal rahasia Illahi.
Sahabat, sesungguhnya hidup tidak diukur dalam satuan waktu. Usia bukanlah tolok ukur utama. Kekayaan tidak bisa dijadikan alat negosiasi. Jabatan tidak bisa digunakan alat untuk menekan. Pengalaman tidak bisa dijadikan argumen, akhirnya semua kan bermuara pada titik kematian.
Tahun lalu saudara kita. Bulan lalu tetangga kita.
Minggu lalu sahabat kita.
Esok atau lusa mungkin giliran kita.
Ntah apa bekal kehidupan yang tlah kita siapkan tuk disana.
Tanyakan pada nurani yang jujur dan terdalam.
Oleh : Dede Farhan Aulawi