Diskusi "Apakabar Perlindungan Pekerja Migran Indonesia" (cuplikcom/ist)
Cuplikcom - Jakarta - Pada diskusi "Apakabar Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Pasca Disahkannya UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) Nomor 18 tahun 2017" yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia, Mantan Kepala BNP2TKI, Jumhur Hidayat mengatakan bahwa pengiriman uang dari buruh migran Indonesia di luar negeri mencapai 152 triliun. Menurutnya ada persoalan hingga saat ini negara belum memberikan porsi anggaran yang cukup kepada para pahlawan devisa.
Mantan kepala BNP2TKI ini mengatakan, di negara negara maju, belanja untuk pelatihan sebanyak 2% dari anggaran negaranya atau dari APBN.
"Jika anggaran kita, 2080 triliun, seharusnya Kementerian Keuangan dan Bappenas menganggarkan 41,6 triliun digunakan untuk pelatihan," tegasnya.
Tetapi, lanjutnya, ini tidak terjadi, sehingga tidak heran warga di sekitar lokasi industri di Cikarang & Karawang misalnya lebih memilih menjadi buruh migran.
"Tarolah misalnya 1% saja dari anggaran itu sekitar 20 triliun digunakan untuk pelatihan, buruh migran kita akan menjadi buruh migran yang terampil dan gajinya akan lebih baik, remitensi meningkat" jelasnya.
Lebih lanjut Wakil Ketua KSPSI ini menganalogikan dengan logika bisnis.
"Kalau mereka (Menteri Keuangan dan Bappnenas -red.) tidak mengerti dengan kemanusiaan, kita pakai logika binsis, sekarang binis mana yang dengan 20 triliun kemudian dalam satu tahun mendapatkan 152 triliun, buruh migran bisa seperti itu" tandasnya
Menurut Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Hariyanto, persoalan yang terjadi pada buruh migran Indonesia di luar negeri terjadi karena persoalan sebelum berangkat, salah satunya adalah persoalan kualitas pelatihan yang dikelola oleh perusahaan pelaksana penempatan.
"Saat ini, pelatihan menjadi kewenangan pemerintah, seperti diamanatkan dalam pasal 8 ayat 3, pasal 34 huruf a, pasal 39 huruf o Undang Undang Nomor 17 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia," jelasnya.
Menurut Totok Yulianto, yang perlu dilakukan advokasi setelah penerbitan Undang Undang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) adalah mengawal 28 aturan pelaksana.
"Kita tidak boleh kecolongan seperti seperti pengalaman dalam mengawal Undang Undang Bantuan Hukum dan Undang Undang Desa, dimana Peraturan Pemerintahnya justru malah menghambat semangat Undang Undangnya." Tegas ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia.