Perwakilan pengurus dari Gerakan Masyarakat (Gema) Perhutanan Sosial saat menerima salinan putusan M (cuplik/ist)
Cuplikcom - Jakarta - Pasca putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 56/HUM/2017 tentang penolakan atas perkara permohonan keberatan uji materil atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.39/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 tentang Perhutanan Sosial di wilayah kerja Perum Perhutani, disambut gembira ribuan petani jaringan Sekretariat Bersama (Sekber) Perhutanan Sosial Jawa Yayasan Kehutanan Indonesia (YKI) Semut Ireng.
Hal itu saat menerima salinan keputusan MA yang diterima Gerakan Masyarakat (Gema) Perhutanan Sosial, pada Senin (12/2/2018).
Ketua Gerakan Masyarakat (Gema) Perhutanan Sosial, Saptoyo mengatakan bahwa keputusan MA tersebut merupakan kuasa Tuhan Yang Maha Esa, sehingga gugatan terhadap P39 telah resmi ditolak oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.
"P.39 dengan segala dinamikanya adalah sebuah hadiah dari Presiden Jokowi untuk seluruh elemen bangsa ini, khususnya masyarakat yang berinteraksi langsung dengan kawasan hutan. IPHPS merupakan salah satu bentuk kedaulatan rakyat yang berkeadilan sosial dan merupakan mimpi masyarakat sekitar hutan," ujarnya.
Hal senada, Direktur Eksekutif Yayasan Kehutanan Indonesia (YKI), Siti Fikriyah menyampaikan rasa syukur dan menyambut bahagia atas putusan MA ini.
"Perhutanan Sosial melalui P.39 adalah kado keadilan untuk rakyat kawasan hutan. Putusan MA akan memberi semangat para petani hutan dalam merespon kebijakan perhutanan sosial Presiden Jokowi," katanya.
Diketahui, gugatan tersebut dilayangkan oleh Darmawan Hardjakusumah (Acil Bimbo), Nace Permana, Ir, Hernanto H.M dan Perkumpulan Pensiunan Pegawai Perhutani (4P) selaku pemohon pada tanggal 6 September 2017 dan diterima oleh Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia pada 22 September 2017 silam.
Gugatan tersebut ditujukan untuk melawan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia atas diterbitkannya P.39 tentang Perhutanan Sosial. Dari hasil putusan rapat permusyawaratan Mahkamah Agung RI pada kamis, 2 November 2017, gugatan dinyatakan ditolak dan pemohon dihukum untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.1.000.000, 00 (satu juta rupiah).