Rusdianto Samawa (kedua dari kiri) saat menjadi narasumber di sebuah acara (Cuplikcom/ist)
Oleh : Rusdianto Samawa (Ketua Umum Front Nelayan Indonesia)
Dari sejak bahula dugaan korupsi itu sangat akut. Bercermin dari banyaknya kasus yang ada, justru KPK belum menunjukan kinerja yang bagus dalam menindak semua pelaku korupsi.
Penangkapan yang dilakukan oleh KPK terhadap oknum-oknun koruptor harus mampu menjerat kegiatan korupsi yang lebih besar. Karena, perilaku pejabat yang masih bermain anggaran menyebabkan korupsi yang berdampak rakyat miskin.
Sala satu contoh berbagai dugaan korupsi di KKP RI adalah dugaan pengadaan kapal. Ini kan penyakit utama yang membuat anggaran defisit. Penyakit yang membuat rakyat susah tidak punya apa-apa, makan pun sulit. Penindakan terhadap para pelaku tindak pidana korupsi di sektor kelautan dan perikanan adalah keniscayaan penegak hukum.
Buktinya, saat ini Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor Kelautan dan Perikanan sangat kecil sekali, amat jauh dibanding potensinya sebagaimana sering diungkapkan dalam keberhasilan sekarang ini.
Kontribusi PNBP dari kelautan 2008-2013 cuma 0,01%. Pemberantasan illegal fishing dan klaim naiknya stok ikan terus dilakukan, tetapi penerimaan bukan pajak negara hanya 0,001%. Lalu keberhasilan menteri KKP RI dimana?.
Penerimaan pajak dari kelautan dan perikanan juga tak wajar. Kontribusi penerimaan pajak selama 5 tahun terakhir hanya 0,01%. Berapa banyak jumlah kapal yang beroperasi dilaut Indonesia, terutama kapal asing.
Sampai Januari 2015, ada 1.836 kapal, yang punya NPWP hanya 66%. Sebanyak 34% tidak punya NPWP. Ini baru (kapal) yang tercatat, belum lagi yang tidak tercatat.
Menurut catatan KPK kontribusi sektor perikanan selama 2008-2013 hanya 0,30 persen dari total penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pada Januari 2015 jumlah kapal ikan mencapai 1.836 unit, namun yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) hanya 1.204 kapal atau 66 persen. Sementara, sisanya terindikasi tidak memiliki NPWP. Banyaknya kapal yang tidak punya NPWP membuat sektor ini rawan penyelewengan dan korupsi, dari titik itulah KPK sedang lakukan penyelidikan.
Sebaiknya juga, apabila ada para pelaku usaha yang dipersulit, kena pungutan liar, maka harus ditindak oleh penegak hukum agar para pengusaha nasional dapat terlindungi dengan baik.
Sesungguhnya semua pengusaha nasional sudah tentu ingin bangsanya bagus dan berkembang baik, tetapi sudah saatnya semua transparan, bisa buka, pengusaha bisa berusaha dengan nyaman dan siap untuk melaporkan segala bentuk korupsi yang terjadi.
Adanya potensi korupsi di sektor perikanan dengan indikasinya adalah penerimaan negara dari sektor ini yang tak sebanding dengan data jumlah tangkapan dan jumlah kapal yang ada. Hal inilah yang harus diusut tuntas agar negara tidak mengalami kerugian besar.
Akan tetapi, kendati unsur korupsi bisa dibilang cukup tinggi, pembuktian korupsi di sektor ini bukan perkara mudah karena para pejabatnya main sangat rapi. Tak mudah untuk membuktikan menguak fakta yang ada. Sebab, melibatkan banyak pihak. Adapun salah satu bentuk korupsi yang mungkin terjadi di sektor ini adalah suap dari pengusaha ke pejabat pemerintah.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan mencatat, pajak perikanan hanya Rp 986,1 miliar atau sekitar 0,01 persen dari total penerimaan pajak di tahun 2016. Angka itu masih tertinggal dibandingkan dengan sektor lain di lingkup agrobisnis yakni tanaman pangan dan peternakan sebesar 1,15 persen, serta kehutanan 0,17 persen.
Kita selalu perkenalkan Negeri kita sebagai Negara kepulauan, namun kontribusi (pajak dari) laut hanya 0,01 persen. Itu berarti ada yang salah. Apalagi kasus perubahan rekomendasi impor PT Garam dari garam konsumsi menjadi garam industri. Dugaan dalam penyesuaian jumlah impor agar tidak ada bentrok paradigma hukum atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125 Tahun 2015.
Besar adanya kemungkinan penyalahgunaan, memang indikasi ada permainan yang menjebak sana-sini, kelihatan sekali dalam kasus impor garam ini. Sementara, izin impor garam setelah mendapat rekomendasi dari kementerian teknis terkait. Sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125 Tahun 2015, kementerian yang memberikan rekomendasi impor garam konsumsi adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Perubahan rekomendasi impor PT Garam dari garam konsumsi menjadi garam industri. Kemudian izin dikeluarkan sesuai dengan rekomendasi tersebut. Yang terakhir itulah izin yang berikan sesuai dengan rekomendasinya. Kalau rekomendasinya berubah, maka harus disesuaikan izin impornya.[]
-------------------