NS Hadiwinata tinjau warga korban proyek waduk Jatigede Sumedang. (foto: cuplikcom)
Cuplikcom - Jawa Barat - Proyek pembangunan waduk Jatigede Kabupaten Sumedang adalah merupakan salah satu proyek besar masa Pemerintahan Jokowi - JK saat ini, yang dibangun diatas lahan seluas kurang lebih 4.891 Hektar dan dibiayai dominan hampir 90% oleh Pemerintah Tiongkok, sisanya 10 % menggunakan dana APBN.
Pelaksanaannya dilakukan oleh Consortium Indonesian Contraktor yg terdiri dari Wijaya Karya, Waskita Karya, Hutama Karya dan PP.
Proses pembangunan waduk disinyalir dilakukan tanpa melalui tahapan proses yang transparan, akuntabel, dan partisipatif, karena pada saat itu menolak untuk dilakukan uji publik.
Pembangunan waduk ini menggenangi 28 Desa yang tersebar di 4 Kecamatan dengan populasi warga mencapai hampir 11.000 Keluarga, tetapi hanya lahan di 6 Desa yang ditenggelamkan dan pada umumnya merupakan lahan produktif ( pesawahan ).
Hal tersebut diungkapkan, ketua Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi Republik Indonesia (GNPK-RI) Jawa Barat, NS Hadiwinata. Ia menjelaskan pada tanggal 6 Maret 2018, pihaknya, GNPK RI Jabar diundang silaturahmi oleh sebagian perwakilan warga yamg menjadi korban proyek pembangunan waduk Jatigede tersebut.
"Pada pertemuan tersebut, warga menyampaikan keluhan keluhan yang sangat memprihatinkan, karena ternyata pemberian kompensasi ganti rugi dan uang kerahiman yang belum tuntas," ujarnya Kamis (08/03/18).
Dikatakannya, sesuai dengan Perpres No.1 Tahun 2015 Tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Pembangunab Waduk Jatigede, disebutkan setiap KK yang tanah dan tempat tinggalnya terdampak pembangunan waduk dijanjikan mendapat kompensasi Rp 119 Juta dan uang santunan sebesar Rp. 29 Juta.
Pihaknya mendapat keluhan yang disampaikan oleh warga masyarakat.
"Berdasarkan dokumen yang kami terima, ada 64 warga yang sama sekali belum dibayarkan, dan ini kami masih terus mendata ulang yang kemungkinan akan bertambah," paparnya.
Ditambahkannya, pembayaran juga harus dilakukan melalui persidangan Pengadilan Negeri Kabupaten Sumedang. Dengan pengaturan disidangkan perorang atau warga.
"Ada yang sudah dilakukan pembayaran namun berbagai cara mereka tempuh," katanya.
Dikatakannya, mereka harus menyiapkan dana hampir Rp 5 Juta untuk biaya sidang.
"Ada oknum yang diduga dari kelompok Pengadilan Kabupaten Sumedang dgn dalih menjanjikan bisa cair dengan perjanjian beragam," tuturnya.
Dia mengatakan, perjanjian itu diantaranya bila mau cair harus menyiapkan dana dengan jumlah tertentu dan beragam.
"Bila mau cair asal dgn perjanjian Belah Semangka. Sidang dilakukan lebih dari satu kali dan setiap sidang harus membayar biaya," paparnya.
Hadiwinata menegaskan, GNPK RI Jabar saat ini sedang melakukan kajian hukum tentang adanya keluhan masyarakat tersebut, karena pihak menduga adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh oknum tertentu dari semua yg terkait dlm proses pencairan dana Kerohiman atau santunan.
"Dugaan terjadinya pungli dan persekongkolan dalam proses pencairan dana tersebut terus kami telusuri," tukasnya.
Satu hal yang menjadi pertanyaan, pihaknya mempertanyakan kenapa pencairan dana harus melalui persidangan dan kenapa juga disidangkan per warga, sementara pokok persidangannya sama.
"Kami tegaskan, GNPK RI Jabar akan terus melakukan pendampingan dan pengawalan dalam proses pencairan yang dalam waktu dekat ada sejumlah warga akan mengajukan proses pencairan," tegasnya.
Selain itu pihaknya juga akan melakukan klarifikasi kepada semua yang terkait termasuk kepada APH, mulai dari tingkat Desa , Kabupaten, Provinsi dan sampai ke Tingkat Pusat.
"Saya berharap Pemerintah Provinsi Jawa Barat jangan melakukan kebohongan publik dengan mengatakan bahwa Proyek Pembangunan Waduk Jatigede tidak ada masalah dan dianggap selesai. Padahal kenyataannya masih bermasalah dalam hal pembayaran uang kerohiman kepada warga yang berhak," tandasnya.
Disampaikannya, siapapun itu yang terlibat nantinya, bila dugaan perbuatan melawan hukum ini terbukti, harus siap mempertanggung jawabkannya dimuka hukum.