Jumpa pers SBMI di Kemlu (cuplik/ist)
Cuplikcom - Jakarta - Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Hariyanto menegaskan agar pemerintah serius dalam melakukan tata kelola kebijakan terkait perlindungan Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia yang bekerja di kapal asing, kebijakan tersebut dituangkan dalam aturan turunan berdasarkan mandat dari UU nomor 18 tahun 2017 tentang PPMI.
"Persoalan ABK kapal ikan berbendera asing ada di pra penempatan. Selain belum adanya kebijakan yang betul-betul bisa melindungi ABK perikanan, sehingga tata kelola migrasi ABK Perikanan mengalami carut marut, yang menyebabkan ABK perikanan menjadi korban perdagangan orang," ujarnya saat melakuan jumpa pers di Kementerian Luar Negeri Jakarta Pusat, Kamis (8/3/2018).
Hal itu diungkapkan berdasarkan bukti-bukti kasus ABK yang banyak diterima SBMI dari pengaduan para korban, salah satunya adalah kasus WNI anak buah kapal (ABK) yang dipekerjakan di Gabon, Afrika, secara ilegal. WNI tersebut bernama IU, korban tindak pidana perdagangan orang dari perusahaan SMA yang bergerak di bidang penyediaan tenaga kapal.
Oleh karenanya, pihaknya mengingatkan kepada pemerintah agar menyiapkan secara matang atas adanya UU baru nomor 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI), melalui aturan turunannya.
"Saat ini momentum sangat bagus bagi pemerintah, dengan lahirnya UU nomor 18 tahun 2017 tentang PPMI yang sudah mengakomodir soal perlindungan terhadap ABK," jelasnya.
Hariyanto juga menekankan agar pemerintah memaksimalkan waktu selama dua tahun ini, untuk mematuhi mandat dari UU tersebut secara serius dengan membuat aturan turunan, salah satunya adalah Peraturan Pemerintah tentang perlindungan ABK.
"Sehingga nanti peristiwa soal adanya korban perdagangan orang dapat diminimalisir, bahkan dapat dihindari," tandasnya.