Jumpa pers Rektor UIN Sunan Kalijaga soal surat edaran pembinaan mahasiswi bercadar (cuplik/ist)
Keberanian sang Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof KH Drs Yudian Wahyudi MA PhD mengeluarkan kebijakan soal pembinaan mahasiswi bercadar dan pemecatan terhadap dosen yang terlibat kelompok MCA (Muslim Cyber Army) patut diapresiasi, pasalnya baru kali ini kampus sebagai benteng akademik dan agen of change pencetak genarasi penerus bangsa, ikut peduli dan andil akan keselamatan ideologi bangsa yang akhir-akhir ini ramai dipertanyakan kembali melalui bungkusan politik yang menumpang atas nama Agama.
Sederhana, mari kita jangan terjebak soal cadar yang dipakai segelintir mahasiswi tersebut, jangan pula terlalu dalam mendebat soal bagaimana hukumnya menggunakan cadar, apalagi terjebak pada atas nama HAM dan demokrasi.
Sebab, hal itu semua sudah khatam atau tuntas bagi UIN Sunan Kalijaga sebagai kampus Islam tertua di Indonesia ini, sudah menjadi makanan sehari-hari bicara soal Islam moderat yang mempertahankan ideologi bangsa Indonesia dan mendukung implementasi empat pilar kebangsaan yakni Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI. Selain itu, pemahaman soal pluralisme, toleransi, dan keberagaman inter dan lintas agama menjadi wacana sehari-hari para mahasiswa dan sudah tidak lagi diperdebatkan.
Ada Apa Dibalik Penolakan yang Membabi Buta?
Kembali ke cadar, munculnya berbagai serangan penolakan soal pemakaian cadar, karena banyak yang salah paham atau gagal persepektif. Sang rektor sudah jelas-jelas dalam surat edarannya nomor B-1301/Un.02/R/AK.00.3/02/2018 perihal Pembinaan Mahasiswi Bercadar. Mari kita bicara substansi, jangan terjebak pada sampul.
Namun, sebagaian pihak yang gagal perpsektif memahami surat edaran tersebut dianggap telah menciderai HAM, Demokrasi dan berbagai argumennya. Padahal itu semua jelas melalui proses dan tahapan pembinaan yang memang harus dilakukan sebelum terjadi hal-hal yang akan mengancam kredibilitas kampus tua sebagai penjaga generasi Islam moderat di Indonesia.
Sehingga patut kita pahami, upaya pemojokan dan penolakan dari berbagai pihak kepada kebijakan sang rektor ini, dapat kita simpulkan sebagai upaya pemelintiran isu yang sengaja dibelokkan sedikit agar terkesan kebijakan tersebut cidera dari sisi HAM, Demokrasi, dan kebebasan berekspresi.
Padahal, munculnya kebijakan tersebut berbarengan dengan terungkapnya kelompok yang disebut MCA (Muslim Cyber Army) yang saat ini sedang diproses di kepolisian, disebutkan sebagai kelompok yang suka menebar kebencian dan berita bohong (hoax) yang dapat mengancam keamanan bangsa Indonesia, bahkan disebut juga sebagai kelompok yang akan mengganti ideologi bangsa Indonesia.
Belum lagi, kabar tentang upaya penguasaan berbagai kampus dan masjid oleh kelompok tersebut makin terdengar nyaring dan jelas di telinga kita semua. Ingat peristiwa ketua BEM UI? itu salah satu contoh.
Jadi jelas, kebijakan sang rektor UIN Sunan Kalijaga patut menjadi contoh dan menjadi terobosan baru dalam rangka membentengi ideologi Pancasila dari kelompok-kelompok yang sengaja masuk lewat pintu belakang, atau masuk melalui strategi Troya yang kemudian merusak dari dalam. Patut menjadi perhatian yang serius bagi para akademisi, khususnya para rektor dan dosen di semua kampus di seluruh Indonesia.
UIN Sunan Kalijaga Harus Jadi Pelopor Islam Moderat ala Indonesia
Kampus tertua di Indonesia ini bisa saja jadi benteng terakhir untuk generasi penerus Islam moderat ala Indonesia yang mempertahankan Pancasila. Oleh karenanya, kelompok yang ingin memecah belah bangsa atau ingin mengganti Islam bukan ala Indonesia ini tentu akan dengan berbagai cara bisa masuk dan syukur-syukur menguasai.
Atas keberanian sang rektor ini, tentu dapat diambil hikmah dan dapat mengevaluasi secara serius, tentunya tanpa menghilangkan sisi HAM, demokrasi, dan kebebasan ekspresi, patut dicontoh oleh kampus-kampus lain.
Sekali lagi, bukan soal cadar yang kita risaukan, tapi soal ideologi anti Pancasila yang kita harus tegas soal ini. Kita adalah Indonesia.
Salam takdzim,
ALI MA'NAWI
(Alumni UIN Sunan Kalijaga, Fakultas Syariah, jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum, 2002-2008)