Sidang Paripurna DPR, Senin (12/2) kemarin (FILE)
Cuplikcom – JAKARTA – Meski sempat menuai banyak kritikan serta penolakan akhirnya revisi Undang-undang nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) akhirnya resmi disahkan oleh Sidang Paripurna DPR, Senin (12/2) kemarin.
Banyak kalangan masyarakat berpendapat bahwa dalam revisi UU MD3 merupakan suatu kemunduran demokrasi. Pasalnya sejumlah pasal dalam Undang-undang tersebut yang mendapat sorotan diantaranya soal pemberian otoritas ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk mengambil langkah hukum terhadap pihak-pihak yang dianggap merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR, pemanggilan dan pemeriksaan anggota DPR dalam penyidikan pidana yang harus mendapat persetujuan presiden setelah mendapat pertimbangan dari MKD.
Selain itu, revisi itu juga mengatur tentang tatacara permintaan DPR kepada polisi untuk memanggil paksa bahkan dengan penyanderaan terhadap orang yang menolak hadir memenuhi panggilan dewan
berikut beberapa pasal yang menjadi sorotan publik, diantaranya:
>> Pasal 15
Di dalam pasal 15, dijelaskan bahwa penambahan kursi pimpinan MPR menjadi 3 orang. Ketetapan 3 pimpinan tersebut akan ditetapkan oleh partai pemenang pemilu yang belum mendapatkan jatah kursi pimpinan MPR yaitu PDIP, Gerindra, dan PKB.
>> Pasal 84
Pasal 84 menjelaskan tentang penambahan kursi untuk pimpinan DPR RI. Di dalam pasal tersebut menjelaskan bahwa Pimpinan DPR akan bertambah 1. Sehingga akan ada 1 ketua dan 5 wakil ketua DPR.
>> Pasal 260
Di pasal 260 berbunyi bahwa pimpinan DPD akan ditambah 1. Pasal tersebut menyatakan bahwa DPD akan dipimpin oleh 4 pimpinan DPD, 1 Ketua dan 3 wakil ketua DPD.
>> Pasal 73
Di dalam pasal 73 ini, menyampaikan bahwa anggota DPR akan diberikan kewenangan untuk memeriksa objek yang disasar. Apabila pemanggilan DPR tidak ditanggapi oleh pihak-pihak atau lembaga yang dituju, maka DPR berhak untuk meminta bantuan kepada kepolisian untuk memanggil paksa. Di dalam pasal tersebut juga dikatakan bahkan polisi berhak melakukan penyanderaan selama 20 hari.
>> Pasal 245
Pasal 245 menyampaikan bahwa pasal ini telah memberikan perlindungan terhadap DPR. Pasal tersebut menyatakan, bagi lembaga yang ingin memeriksa anggota DPR, harus melalui persetujuan MKD dan Presiden untuk menindaklanjuti.
>> Pasal 122
Dalam pasal 122, hal yang menarik terdapat pada poin k. Di dalam poin tersebut menjelaskan bahwa kepada siapapun yang merendahkan kehormatan anggota DPR bisa ditindak oleh MKD dengan mengambil langkah hukum. Pasal tersebut secara tidak langsung menyatakan bagi siapapun yang mengkritik atau menjatuhkan marwah DPR akan ditindak secara hukum.
Dilansir voaindonesia.com Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Lucius Karus menilai semangat DPR dalam merevisi Undang-undang MD3 adalah semangat anti demokrasi. Kewenangan dan hak DPR ini lanjutnya akan berimplikasi buruk bagi penegakan hukum dan proses demokrasi di Indonesia.
Dia juga mengkhawatirkan hal ini akan menjadi tameng untuk melindungi perilaku koruptif dan penyalahgunaan kewenangan para anggota DPR agar terhindar dari proses hukum.
"Karena di satu sisi DPR menghindari betul upaya-upaya penegakan hukum yang ditujukan kepada mereka tetapi disisi lain mereka menginginkan warga negara yang kritis terhadap DPR itu dibungkam. Penambahan kewenangan MKD karena sebetulnya MKD alat kelengkapan DPR yang mengurusi soal penegakan etika anggotanya, dia kemudian tidak mempunyai kapasitas untuk mengurusi etika warga negara lainnya," kata Lucius.
Lucius juga menambahkan pemberian otoritas ke MKD untuk mengambil langkah hukum terhadap pihak-pihak yang dianggap merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR merupakan upaya kriminalisasi yang dilakukan DPR terhadap masyarakat yang kritis.
Aturan seperti ini tambah Lucius sebenarnya melawan jatidiri DPR yang merupakan wakil rakyat.
Menurut Lucius, lembaganya bersama dengan organisasi masyarakat sipil lainnya berencana akan menyiapkan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi tentang hal ini.
"Ini semangat otoritarian yang coba dibangkitkan oleh DPR melalui UU MD3. Oleh karena itu UU ini akan digugat ke Mahkamah Konstitusi, memastikan upaya-upaya anti demokrasi yang dilakukan oleh DPR bisa dibatalkan," imnbuhnya.
Ketua DPR Bambang Soesatyo membantah langkah ini hanya upaya DPR agar terhindar dari jeratan hukum. Setiap anggota dewan tambahnya berhak mendapatkan kehormatan sebagai anggota. MKD sebagai lembaga yang menjaga kehormatan anggota dewan perlu memberikan pertimbangan.
"Akal-akalan? Mana ada akal-akalan kan kita bahasnya dengan pemerintah. Pemerintah bisa menentang kalau kita akal-akalan. Yang memberikan izin kan presiden, MKD mempertimbangkan saja. Pertimbangan itu bukan berarti menghambat. Pertimbangannya adalah misalnya panggilan ini sumir tetapi tetap dikirim. Panggilan ini betul sesuai dengan bukti-bukti yang ditemukan penegak hukum," jelasnya.
Sejumlah kasus dugaan korupsi yang masih mengintai anggota parlemen seperti korupsi proyek e-KTP, suap Proyek Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan suap Proyek Jalan Maluku.