JAKARTA: Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan dinilai memberatkan. Hal itu diungkapkan Direktur PT Agung Kimia Jaya Mandiri Philipus P Soekirno pada sidang perbaikan permohonan uji UU Kepabeanan di Jakarta, Rabu (25/3).
Philipus yang merupakan seorang pengusaha impor bahan kimia berbahaya menyebutkan dengan UU, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah menyita 20 metriks kubik ton potasium yang diimpornya sehingga pihaknya rugi Rp 2 miliar. "Saya rasa terjadi arogansi kekuasaan oleh Dirjen Bea dan Cukai dengan menahan barang itu tidak berdasar hukum," ungkapnya seusai mengikuti sidang.
Dalam permohonannya, Philipus meminta MK menyatakan Pasal 1 Angka 3, Pasal 6A Ayat 1 dan 2, Pasal 76 Ayat 1 dan 2, Pasal 86 Ayat 1, 1a, 2, 3, dan Pasal 86A UU Kepabeanan bertentangan dengan Pasal 17 Ayat 3, Pasal 18 Ayat 2, Pasal 28D Ayat 1, Pasal 30 Ayat 2, dan Ayat 4 UUD 1945.
Contohnya adalah Pasal 1 Angka 3. Di dalamnya disebutkan, kawasan pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Padahal, menurut Philipus, kawasan kepabeanan bukan semata-mata di bawah Dirjen Bea dan Cukai, tetapi pemerintah provinsi dan pemerintah daerah ikut andil seiring hak otonomi. "Lalu lintas barang bukan kuasanya. Jadi, untuk melakukan penyitaan seizin pemprov dan pemda setempat," ujar Phillipus.
HA Mukhtie Fadjar selaku hakim ketua menangguhkan sidang tersebut hingga waktu yang tidak ditentukan. Selain itu, ke depan diharapkan Philipus didampingi oleh kuasa hukum. "Saya tidak mampu bayar kuasa hukum, kalaupun ada di sidang mendatang saya cukup mendatangkan ahli. Dan itu gratis," ungkapnya.
Menurut Philipus, akibat potasium miliknya disita sejak 27 September 2003, PT Agung Kimia Jaya Mandiri dinyatakan kolaps, dan membuat 200 karyawannya kehilangan pekerjaan.