Aksi Damai KRPK di Blitar (cuplik.com/ist)
Cuplikcom - Blitar - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan lembaga penegak hukum yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas. 17 tahun KPK berdiri memenuhi amanah Reformasi menuju Indonesia bebas korupsi. Pertarungan panjang melawan korupsi bukan tanpa hambatan.
Perihal tersebut diungkapkan Rudi Handoko, Koordinator KRPK (Komite Rakyat Pemberantas Korupsi) melalui rilis yang diterima cuplik.com, Senin (2/09/2019). Pihaknya juga tahu betul bagaimana KPK telah diserang dari berbagai penjuru.
"Seperti kita ketahui, upaya serangan balik atas gerakan anti korupsi menjadi modus yang selalu dilakukan. Seperti serangan fisik terhadap Novel Baswedan, kriminalisasi M. Trijanto dengan modus surat palsu, terakhir laporan tindak pidana yang ditujukan kepada Jubir KPK Febri Diansyah, Koordinator ICW Adnan Topan Husodo serta Ketua YLBHI Asfinawati yang gencar dalam mengkritisi kinerja Pansel KPK dalam menyeleksi Capim KPK," paparnya.
Dikatakannya, seleksi calon pimpinan KPK RI periode 2019 – 2023 merupakan momentum strategis untuk mencari nahkoda yang akan mengawal perlawanan terhadap korupsi di Indonesia. Proses seleksi yang tidak transparan, tidak mengedepankan nilai - nilai integritas tentu akan menghasilkan pimpinan KPK yang justru menjadi bumerang bagi lembaga KPK.
"Sejak awal pembentukannya, proses seleksi Capim KPK telah menuai berbagai polemik di masyarakat. Mulai dari dugaan konflik kepentingan di tubuh panitia seleksi, hasil seleksi yang jauh dari kata transparan serta lolosnya beberapa nama Capim KPK yang dinilai bermasalah," terangnya.
Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK) menilai, terdapat beberapa permasalahan dalam proses seleksi Capim KPK Periode 2019-2023 yakni Independensi pansel Capim KPK, Yenti Garnasih pernah menjabat sebagai tenaga ahli Badan Reserse Kriminal dan Kepala Lembaga Pendidikan Polri.
Selain itu, lanjut Rudi, Hendardi dan Indriyanto Seno Adji juga menjadi penasihat dari Polri. Hal ini diduga sangat berpotensi adanya konflik kepentingan.
Proses seleksi Capim KPK, pansel tidak mempertimbangkan masukan banyak pihak terkait rekam jejak Capim KPK yang mengikuti seleksi, diantaranya ada beberapa nama Capim KPK yang tidak tertib perihal lapor LHKPN.
"Diduga memiliki rekam jejak pernah menghambat pelaksanaan tugas KPK, diduga melakukan beberapa pelanggaran berat selama bekerja di KPK," tandasnya.
Sehingga, kata Rudi, atas dasar tersebut Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK) mendesak dan menuntut agar Presiden Joko Widodo tidak menetapkan 10 nama Capim KPK yang hari ini diserahkan Pansel KPK.
"Kami meminta Kepolisian tidak menindak lanjuti laporan pidana terhadap Febri Diansyah, Adnan Topan .H dan Asfinawati. Tuntaskan kasus kriminalisasi penyidik KPK Novel Baswedan. Segera tangkap pemalsu surat KPK yang mengkriminalisasi Moh. Trijanto serta tegakkan supremasi hukum seadil-adilnya," pungkasnya