Dede Farhan Aulawi. (Foto: Istimewa)
Oleh : Dede Farhan Aulawi (Pegiat Pariwisata Indonesia)
Cuplikcom - Setiap manusia tidak lepas dari yang namanya salah. " To Err is Human ", begitu kata peribahasa. Namun demikian jangan lantas membuat kita teledor, apalagi keteledoran kita membuat orang lain jadi susah. Artinya harus ada upaya yang sungguh-sungguh untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya kesalahan.
Ada kisah yang perlu saya ceritakan terkait pengalaman yang tidak mengenakan saat di luar negeri, dengan harapan tidak ada orang lain yang mengalami hal yang sama.
Ceritanya bermula ketika saya sedang di Budapest - Hungaria, dan ada keinginan bepergian ke Beograd ibukota Serbia. Karena beberapa pertimbangan setelah bertanya kesana-kemari, akhirnya diputuskan berangkat menggunakan transportasi darat, tepatnya menggunakan bis umum.
Bis berangkat dari Volun Bus terminal Nepliget pada tengah malam dengan waktu tempuh sekitar 6 jam. Artinya perkiraan sampai Beograd jam 5 pagi jika lancar.
Berhubung Serbia tidak masuk negara Schengen, maka di batas negara tentu akan ada kontrol dari imigrasi. Ternyata penjaga perbatasan (imigrasi) di sini dilakukan oleh polisi.
Pertama tentu harus melewati Border Hungaria yang menunjukkan bahwa kita keluar negara tersebut. Semua penumpang disuruh turun satu persatu, dan alhamdulilah berjalan lancar, meski harus diambil sidik jari lagi.
Selanjutnya masuk ke imigrasi Serbia, sebagai tanda bahwa kita ingin masuk negara tersebut secara legal. Namun, teknisnya penumpang tidak turun satu persatu, melainkan pasport dikumpulkan ke kondektur, dan kondektur yang membawanya ke petugas imigrasi.
Setelah selesai, semua pasport dikembalikan ke masing-masing penumpang. Mungkin karena terlalu percaya dan ngantuk, saya tidak melakukan pemeriksaan apapun terhadap pasport saya. Semua lancar dan bis terus melaju hingga sampai ke Beograd.
Setelah berkeliling kota Beograd, lalu kembali ke terminal untuk pulang kembali ke Budapest. Disinilah masalah mulai terjadi. Saat bis masuk imigrasi Serbia, semua penumpang disuruh turun untuk diperiksa satu persatu.
Penumpang yang lain lolos dan disuruh naik bis lagi. Sementara saya tertahan karena dianggap masuk ke Serbia secara illegal, sehingga dibawa ke kantor polisi Serbia untuk diperiksa dan diinterogasi.
Ternyata yang menjadi persoalan pokok adalah saat masuk Serbia sebelumnya tidak ada cap masuk dari imigrasi, sehingga dituduh sebagai penyusup atau ilegal imigrant.
Satu lagi persoalan lain soal bahasa. Polisi Serbia tidak begitu faham bahasa Inggris, dan kalau terpaksa ngomong pun kayak kumur-kumur gak jelas. Bayangkan diinterogasi polisi Serbia dengan bahasa komunikasi yang tidak jelas lagi.
Untung pernah belajar "komunikasi antar fikiran" yang disebut Telepati atau "mind to mind communication". Bahasanya universal karena tidak mengenal linguistik border, tidak mengenal huruf vokal dan konsonan.
Langsung masuk ke alam bawah sadar, dan langsung menjelaskan kejadian yang sebenarnya bahwa kesalahan terjadi karena kelalaian petugas imigrasi Serbia sendiri yang terlewat untuk men cap di pasport saya tanggal masuknya.
Mungkin karena sudah terlatih dan teruji, jadi dalam situasi seperti itu harus tetap tenang. Konsentrasi fokus melakukan komunikasi advokatif dengan bahasa tanpa kata.
Alhamdulillah setelah melalui proses interogasi sekitar 30 menit, saya dibebaskan tanpa catatan apapun. Cuma sayang, di mereka tidak mengenal kata maaf meskipun kesalahan di mereka membuat orang lain (saya) jadi repot.
Tapi ya sudahlah, yang penting akhirnya diizinkan untuk melanjutkan perjalanan. Bayangkan kalau tidak diizinkan melanjutkan perjalanan karena kesalahan yang sesungguhnya tidak kita perbuat ?
Alhamdulillah, Allah masih melindungi perjalanan keliling negara Balkan bekas Yugoslavia. Padahal sebelumnya sudah ke Kroasia, Bosnia Herzegovina, Kosovo, North Macedonia, dan Albania.
Semua berlangsung aman, tapi di negara terakhir dapat sedikit masalah. Meskipun memang kalau ingin menguji adrenalin, asyik juga masuk negara - negara bekas konflik.
Minimal kegarangan, kekotoran, sisa kerusakan bangunan, bahkan jeritan - jeritan spiritual yang merintih kesakitan kadang terdengar di sudut puing-puing bekas peperangan.
Satu pelajaran buat kita semua. Hati-hati dalam bekerja. Jangan sampai kelalaian kita membuat orang lain jadi susah.