Dede Farhan Aulawi. (Foto: istimewa)
Cuplikcom - Berbicara sebuah organisasi pada umumnya orang akan fokus terhadap hasil (keluaran) atas bekerjanya sebuah organisasi.
Tentu tidak salah karena walau bagaimanapun berbicara organisasi pasti akan berbicara soal “outflow”, yaitu semua pengeluaran sumber daya yang dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi.
Ketika bicara soal outflow, maka wajar jika organisasi akan menuntut “inflow”, yaitu seluruh masukan atau manfaat yang diperoleh atas optimalisasi outflow. Inflow tidak selalu berbicara “uang” karena untuk organisasi yang sifatnya pelayanan publik, takaran kualitas inflow bukan di bidang materi, melainkan kepuasan publik atas jasa yang diberikan oleh sebuah organisasi sebagaimana yang tertuang dalam perundangan dan peraturan lain yang mengatur tentang tupoksinya.
Komisioner Kompolnas RI Dede Farhan Aulawi yang membidangi masalah SDM dan Teknologi ketika ditemui media di Jakarta, Selasa 7 Januari 2020, Ia mengatakan bahwa ruang lingkup SDM itu sangat luas, mulai dari urusan rekruitmen sampai pensiunnya.
Bukan hanya soal kuantitatip, tetapi juga masalah – masalah kualitatif, yaitu yang berkaitan dengan pemenuhan kompetensi agar personil bisa bekerja secara profesional.
"Profesionalitas ini tentu akan berhubungan dengan kepuasan publik dalam menerima pelayanan kepolisian, baik dalam harkamtibmas, penegakan hukum ataupun dalam memberi perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat," ujarnya.
"Variabel – variabel yang dihadapi sangat dinamis, karena strata penilai sangat heterogen," imbuhnya.
Selanjutnya Dede juga menambahkan bahwa aktivitas bidang SDM di Kepolisian dimulai dari proses rekruitmen dan seleksi calon anggota polisi. Proses persiapan dan pelaksanaannya tentu juga tidak mudah karena Indonesia merupakan negara yang sangat luas dan terdiri dari belasan ribu pulau.
Di dalamnya tentu banyak perbedaan adat istiadat, bahasa, budaya, kemampuan, kesehatan, dan lain – lain. Semua variabel input harus diseleksi dengan suatu sistem yang menjamin rasa keadilan, transparansi, kejujuran, dan lain – lain, Jadi harus membuat aturan dan kebijakan terlebih dahulu untuk mengaturnya.
Termasuk sosialisasi kepada publik agar diperoleh raw material dengan kualitas yang baik, dan masyarakat memahami proses seleksi di Polri tidak dipungut biaya apapun. Tidak ada pungutan – pungutan, artinya masuk jadi polisi itu tidak pakai uang.
Semua dilakukan murni sesuai dengan kemampuan si calon, baik kemampuan akademik, fisik, kejiwaan, kesehatan, dan lain – lain.
Setelah terpilih melalui satu sistem seleksi yang Bersih, Transparan, Akuntabel dan Humanis (BETAH), masih ada proses berikutnya yaitu harus memikirkan bagaimana sistem pendidikan pembentukannya.
Artinya bagaimana membentuk si calon yang berasal dari masyarakat umum, untuk menjadi taruna kepolisian. Bukan soal kecerdasan saja, tetapi juga menyangkut kedisiplinan, moralitas dan integritasnya.
"Bicara soal kurikulum, tenaga pendidik, sarana prasarana dan yang lainnya untuk memenuhi 8 standar pendidikan yang ditetapkan," ujar Dede.
“Selesai pendidikan dasar pembentukan akan dilanjutkan dengan penempatan. Baik penempatan kewilayahan, ataupun penempatan kesatuan yang sesuai dengan kebutuhan organisasi," tambahnya.