Deden Bonni Koswara, Kepala Dinas Kesehatan dan Jubir Covid-19 Indramayu (cuplikcom/nadiyah)
Cuplikcom - Indramayu - Kepala Dinas Kesehatan sekaligus Jubir Penanganan Covid-19 kabupaten Indramayu Deden Bonni Koswara diminta mundur karena dinilai tak profesional dalam tangani masalah Covid-19 di Indramayu. Pasalnya selain telah meninggalnya 2 (dua) orang PDP Corona yang belum jelas statusnya, Deden juga dianggap lebih terlihat sebagai seorang aktor politik dibanding seorang dokter.
Hal itu dipaparkan oleh Direktur Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah (PKSPD) Indramayu, O'ushj Dialambaqa kepada cuplikcom, Sabtu (28/3/2020).
"Jadi jika dr Deden tetap pada sikapnya seperti itu, ya lebih baik dan lebih bijak mundur dari jabatannya karena akan gagal menangani covid-19, yang dikhawatirkan penyebarannya makin tak bisa dikendalikan," ujar Oo, sapaan akrabnya.
"Yang kami sayangkan dan prihatinkan sama dokter Deden sebagai Kadinkes dan Jubir penanganan Covid-19, ternyata tidak terlihat analisisnya sebagai seorang dokter atau medis tapi lebih memposisikan dirinya sebagai pejabat politik. Ini yang menjadi masalah fundamental," imbuh Oo.
Ia membeberkan alasan mengapa Deden Bonni Koswara harus mundur, Oo mencontohkan dalam dua kasus terakhir yang terjadi di Indramayu.
Pertama
Terkait kematian Pasien Dalam Pengawasan (PDP) Corona, kata Oo, soal bantah membantah kematian pasien PDP yang kedua dari Ujungaris antara Direktur RS Mitra Plumbon Indramayu dr Dedi Rohendi dengan dr Deden sebagai Kadinkes atau Jubir.
Padahal, lanjut Oo, untuk menguji kebenaran itu seharusnya dr Deden menindaklanjuti dengan test swab karena RSU Mitra Plumbon sudah melakukan tahapan prosedur medik; skrining dan lainnya, bahkan menjadikan test swab pada akhir tidak datang sampai jenazah tersebut dikuburkan lalu menjadi apologi dan alibi sehingga mengatakan Indramayu zero covid-19.
"Nah ini yang berbahaya, jika faktanya benar meninggal karena positif covid-19," kata Oo.
Kedua
Soal rencana Deden mengambil kebijakan membangun atau menambah ruang untuk pasien covid-19, menurut Oo tidak tepat, pasalnya dana terbatas. (Baca: Dinkes Siapkan Dua Rumah Sakit Cadangan Rujukan Corona di Indramayu)
Oo menyarankan kenapa Dinkes tidak mengambil solusi kebijakan strategis yang pernah disarankan, yaitu RSUD Krengkeng untuk dikhususkan menjadi tempat penangan covid-19 dengan pertimbangan pasiennya tidak cukup banyak sehingga bisa dipindahkan ke RSUD Indramayu, dan dari sisi budget bisa dialokasikan ke alat kesehatan seperti ADP, masker atau hand sanitizer dan lainnya terutama untuk tenaga medis sebagai garda depan penyelamatan.
"Jika membangun atau manambah ruang itu anggaranya lumayan, ya dalam kondisi darurat tidak perlu tender tapi indikasi kuatnya pasti menjadi KKN, menjadi corona fiskal. Ini bisa kita buktikan bersama, kepada siapa pekerjaan itu diberikan.
Terkait soal sudah dianggarkannya oleh APBD untuk penanganan Corona sebesar Rp14 miliar, diantaranya untuk masker, namun di sisi lain masker dibuat sendiri, menurut Oo itu jelas adanya Corona fiskal.
"Nah jika kebijakan itu dilaksanakan ya berarti benar-benar Corona fiskal," jelas Oo.
Lamban Tangani ODP dan PDP
Menurut Oo, agar bisa melihat potensi yang ODP dan PDP, maka perlu menindaklanjuti dengan VCR yang kata para ahli untuk memastikan ke-positif-an nya. Jangan sampai yang ODP dan PDP lantas meninggal tetap akan dibantah tidak positif covid-19.
"Coba bayangkan, kami baru saja mendengar salah satu bidan yang mengatakan karena tidak ada pasien melahirkan kemudian ditugaskan ke IGD, dimana semua pasien belum diklasifikasikan mana yang corona atau pasien penyakit lain. Jadi campur aduk. Itu menjadi bahaya," beber Oo.
Meski Indramayu, kata Oo, memang sudah harus dikatakan terlambat, karena bisa dilihat dari political willnya, menurutnya tak ada dan since of crisis untuk melihat dan membaca fenomena sebagai fakta juga tidak terlihat atau tidak ada.
"Jika pun ada, hanya selintas saja, tidak menunjukkan kesungguhan untuk mencegah penyebarannya. ODP dan PDP juga tampak tidak jelas lagi karena jika mau sungguh-sunguh ya harus ada tindak lanjutnya apa benar itu akan menjadi positif covid-19, nah itu tidak pernah dijelaskan ke publik secara ilmiah atau medik," terang Oo.
Lemah dalam Pantau Migran dan Urban Asal Indramayu
Seperti yang dikatakan Kadinkes Deden Bonni Koswara kemarin, bahwa pihaknya mengaku kesulitan dalam memantau khususnya para buruh migran asal Indramayu yang pulang kampung. (Baca: Dinkes Mengaku Sulit Pantau Kepulangan PMI Asal Indramayu)
Menurut Oo, untuk memantau arus buruh migran sebenarnya tidak sulit jika bekerja berbasis data yang konek, antara Desa, Disnaker, Imigrasi, PJTKI, Kemenaker, Dinsos, dan Bappeda.
"Kesulitan itu karena datanya amburadul, hanya asumsi atau suka-suka seenaknya sendiri, sehingga data apapun tidak bisa dipakai sebagai analisis untuk menyelesaikan masalah, termasuk soal covid-19," pungkasnya.