Presiden RI Joko Widodo (Cuplikcom/Ade Lukman)
Cuplikcom - Jakarta - Dalam kondisi pandemi covid-19, Pemerintahan Jokowi memutuskan untuk memberikan dana tambahan stimulus senilai total Rp405,1 triliun untuk penanganan virus corona di Indonesia, yang akan masuk dalam APBN Perubahan tahun ini.
Tambahan anggaran tersebut akan dialokasikan ke berbagai sektor untuk cegah Corona serta dampak sosial dan ekonomi Indonesia. Berikut skema rinciannya:
Pertama, Bidang Kesehatan Rp75 triliun, meliputi perlindungan tenaga kesehatan, pembelian alat kesehatan, perbaikan fasilitas kesehatan, dan insentif dokter.
Kedua, Jaring pengaman sosial atau Social Safety net Rp110 triliun, yang akan mencakup penambahan anggaran kartu sembako, kartu pra kerja, dan subsidi listrik.
Ketiga, Insentif perpajakan dan KUR Rp70,1 triliun.
Keempat, Pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional Rp150 triliun.
Kebijakan skema alokasi tersebut tertera dalam Peraturan Presiden (Perpres) mengenai rincian dari stimulus jilid III yang telah ditetapkan. Perpres ini merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) nomor 1 tahun 2020 yang telah ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) 31 Maret lalu.
Di sisi lain, respon pemerintah terhadap penerimaan negara yang makin turun karena ekonomi menurun tajam. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa hanya 2,3%, bahkan skenario terburuk bisa -0,4%. Dan dalam antisipasi kondisi ekonomi menurun tajam, penerimaan pasti menurun, pajak dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Harga minyak saat ini di bawah US$ 30/barel.
Bahkan pemerintah juga berencana menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan.
Oleh karenanya pemerintah melakukan inisiatif dan terobosan-terobosan untuk menanggulangi hal tersebut.
"Omnibus Law kita tarik di 2020 untuk pengurangan beban di sektor korporasi sehingga tidak menyebabkan tekanan PHK atau kebangkrutan," Kata Sri Mulyani, Rabu (1/4/2020).
Sri Mulyani memaparkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia berisiko turun dalam, yakni menjadi 2,3% pada skenario berat dan berlanjut menjadi -0,4% pada skenario sangat berat. Ancaman terhadap stabilitas sektor keuangan akan berupa volatilitas pasar saham, surat berharga, depresiasi rupiah, peningkatan NPL (kredit bermasalah), persoalan likuiditas, dan insolvency. Stabilitas sektor keuangan saat ini berada pada level normal-siaga.
"Perekonomian global 2020 diproyeksikan tumbuh negatif atau mengalami resesi. Pasar keuangan global mengalami kepanikan sehingga terjadi pembalikan modal membuat tekanan pada mata uang, pasar modal dan surat berharga emerging countries termasuk Indonesia," jelasnya.
Dengan tambahan belanja dan penurunan penerimaan, Sri Mulyani memperkirakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 bisa mencapai 5,07% PDB. Jauh di atas batas maksimal yang diatur di UU Keuangan Negara yaitu 3% PDB.