DPO KPK tersangka Samin Tan (Cuplikcom/Ade Lukman)
Cuplikcom - Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tersangka Samin Tan (SMT) ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) setelah crazy rich Indonesia dan bos PT Borneo Lumbung Energy & Metal (Borneo) itu tidak memenuhi panggilan sebagai tersangka sebanyak dua kali.
Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri membenarkan kabar tersebut.
"KPK memasukkan SMT ke dalam DPO sejak 17 April 2020. KPK juga telah mengirimkan surat kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia Up. Kabareskrim Polri tertanggal 17 April 2020 perihal DPO atas nama SMT," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (6/5/2020).
Untuk diketahui, Sejak 1 Februari 2019 Samin Tan ( SMT ) ditetapkan sebagai Tersangka dalam perkara dugaan suap pengurusan Terminasi Kontrak PKP2B Asmin Koalindo Tuhup, anak usaha Borneo, di Kementerian ESDM.
Tersangka SMT diduga memberi uang Rp5 miliar kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI 2014-2019 Eni Maulani Saragih terkait dengan Pengurusan Terminasi Kontrak PKP2B AKT di Kementerian ESDM.
Dalam keterangan resminya, Ali mengatakan SMT tidak datang dan tidak memberikan alasan yang patut dan wajar atas panggilan KPK untuk hadir pada 2 Maret 2020. Padahal KPK telah mengirimkan surat panggilan pada 28 Februari 2020.
Lebih lanjut Ali menjelaskan jika pihaknya telah mengirimkan kembali surat panggilan kedua pada 2 Maret 2020 untuk pemeriksaan pada 5 Maret 2020.
"Tersangka SMT menyatakan akan hadir pada 9 Maret 2020. Namun pada 9 Maret 2020, tersangka SMT kembali meminta penundaan pemeriksaan dengan alasan sakit dan butuh istirahat selama 14 hari dan melampirkan surat keterangan dokter," papar Ali.
Selanjutnya pada 10 Maret 2020, kata Ali , KPK menerbitkan surat perintah penangkapan atas nama tersangka SMT. KPK melakukan pencarian terhadap tersangka SMT ke beberapa tempat antara lain dua rumah sakit di Jakarta, apartemen milik tersangka di kawasan Jakarta Selatan, dan beberapa hotel di Jakarta Selatan, namun tidak membuahkan hasil.
Dengan demikian, sesuai dengan Pasal 12 Undang Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002, KPK berwenang meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.
Atas dugaan tersebut, SMT disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang Undang No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.