Petugas Layanan BPJS Kesehatan (Cuplik.com/ Ade Lukman)
Cuplikcom - Jakarta - Komunitas Peduli BPJS Kesehatan menyampaikan tanggapan atas terbitnya Perpres Nomor 64 Tahun 2020 sebagai Perubahan Dari Perpres Nomor 75 Tahun 2019.
Johan Imanuel mengatakan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 sebagai Perubahan Dari Perpres Nomor 75 Tahun 2019 karena adanya pembatalan kenaikan iuran bagi peserta BPJS kesehatan kepesertaan mandiri (PBPU dan BP) pada Pasal 34 merujuk Putusan MA No 7P/HUM/2020.
"Namun sangat disayangkan, terbitnya Perpres 64/2020 yang menyatakan akan adanya kenaikan iuran untuk Peserta PBPU dan BP Kelas 1 dan 2 berlaku Juli 2020 serta Kelas 3 berlaku Tahun 2021 , sehingga menimbulkan pertanyaan karena sampai saat ini Peserta maupun Publik tidak diberikan transparansi dasar perhitungan kenaikan tarif yang dimaksud dalam Perpres 64/2020. Apabila tidak transparan menyangkut persoalan publik maka akan menjadi tarik ulur sehingga menjadi perdebatan di publik," Ujar Johan dalam keterangan tertulis kepada Cuplik.com, Rabu (13/5/2020).
Johan menambahkan bahwa dengan terbitnya Putusan MA No 7P/HUM/2020 yang membatalkan kenaikan iuran sebagaimana Perpres 75/2019 diharapkan oleh publik dapat memberikan solusi atas iuran BPJS Kesehatan kepada Peserta mandiri lebih baik.
Lebih lanjut Arini Batubara, menjelaskan alternatif yang baik menurut Komunitas Peduli BPJS Kesehatan dapat dilakukan oleh peserta mandiri antara lain, pertama, tetap menjadi peserta sesuai kelas yang ada saat ini dengan melakukan pembayaran sesuai tagihan untuk menghindari denda yang paling banyak Rp 30 juta sebagaimana Pasal 42 ayat 6a Perpres 64/2020.
Kedua, peserta tetap dimungkinkan turun kelas misalkan Dari kelas 1 ke 2 atau kelas 1 dan 2 ke kelas 3.
"Ketiga, peserta yang keberatan atas terbitnya Perpres 64 Tahun 2020 khususnya Peserta PBPU dan BP (Peserta Mandiri) memiliki hak konstitusional mengajukan uji materiil ke Mahkamah Agung terhadap Perpres 64/2020 apabila ditemukan pertentangan dengan peraturan perundang-undangan di tingkat atas dari Perpres tersebut." papar Arini.
Sementara itu Indra Rusmi turut menyarankan kepada Pemerintah, agar Presiden Jokowu meninjau kembali Perpres 64 Tahun 2020 dari segi kemanfaatan kepada masyarakat karena UU BPJS menyatakan BPJS Kesehatan harus mengembangkan aset dana jaminan sosial dan aset BPJS untuk sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dan memberikan manfaat kepada seluruh peserta (Pasal 13 UU BPJS).
Pasalnya menurut Indra, Negara bertanggung jawab penuh dalam penyelenggaraan jaminan sosial dan pelayanan kesehatan yang berkeadilan dan mampu memberikan perlindungan sosial dan ekonomi kepada seluruh warganegara Indonesia, sebagaimana mewujudkan cita-cita luhur bangsa (UUD 1945 RI Pasal 34 ayat 2 dan 3) membangun masyarakat yang sehat, cerdas, mandiri dan bermartabat.
Sebagai negara hukum kata Indra, sudah sepatutnya mematuhi putusan peradilan dan hukum, tidak seharusnya tindakan pemerintah ini dilakukan karena sudah jelas amar Putusan MA no 7/P/HUM/2020. Bagaimana bisa dalam pelaksanaannya dibelokkan kembali seolah tidak pro rakyat? Kita ketahui bersama masa pandemi ini membuat sebagian besar pekerja di PHK. Kemudian ditekan pula adanya kenaikan iuran BPJS Kesehatan kembali disaat pandemi belum berakhir," jelasnya.
"Mungkin nanti akan diajukan lagi JR ke MA atas Perpres Nomor 64 Tahun 2020. Yang diharapkan adalah konsistensi putusan MA oleh pemerintah yg akan meningkatkan kepercayaan publik/ rakyat terhadap peradilan di Indonesia dan mengurangi tingginya arus perkara yang masuk ke MA." tutup Indra
Untuk diketahui, berikut rincian perbedaan tarif dalam perpres yang baru diterbitkan Jokowi dan yang dibatalkan MA :
Perpres 75/2019 (Dibatalkan MA)
Kelas 1 dari Rp80.000/bulan menjadi Rp160.000/bulan
Kelas 2 dari Rp51.000/bulan menjadi Rp110.0000/bulan
Kelas 3 dari Rp25.000/bulan menjadi Rp42.000/bulan
Perpes 64/2020 (Diberlakukan Jokowi saat Pandemi Covid-19)
Kelas 1 dari Rp80.000/bulan menjadi Rp150.000/bulan
Kelas 2 dari Rp51.000/bulan menjadi Rp100.0000/bulan
Kelas 3 dari Rp25.000/bulan menjadi Rp35.000/bulan