Warga Sedang Ditest Rapid Covid-19 (Cuplik.com/ Ade Lukman)
Cuplikcom-Jakarta- Kurva kasus corona di Tanah Air belum melandai, malah ada kecenderungan naik. Puncak pandemi virus corona di Indonesia sepertinya masih jauh.
Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah pasien positif corona per 21 Mei 2020 adalah 20.162 orang. Bertambah 973 orang atau 5,07% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
"Peningkatan ini luar biasa. Ini yang tertinggi (selama ini). Di Jawa Timur khususnya," ujar Yurianto dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (21/5/2020).
Tambahan 973 orang adalah rekor kenaikan harian sejak Indonesia mencatat kasus perdana pada awal Maret. Sementara kenaikan 5,07% dalam sehari adalah yang tertinggi sejak 26 Maret.
Setidaknya ada dua alasan mengapa kasus corona di Ibu Pertiwi semakin bertambah dan puncak pandemi masih jauh dari pandangan. Pertama, pemerintah tengah menggenjot uji corona sehingga ke depan akan semakin banyak kasus yang muncul ke permukaan.
Harus diakui bahwa Indonesia memang tertinggal dalam hal uji corona. Mengutip data Worldometer per 21 Mei 2020, jumlah tes corona di Indonesia adalah 219.975.
Dengan jumlah populasi 273.192.339, berarti hanya 805 dari 1 juta penduduk yang sudah menjalani tes. Angka ini masih di bawah negara-negara ASEAN-6.
Kedua, seperti disampaikan Kepala Bappenas, risiko penyebaran virus corona di Indonesia sedang tinggi-tingginya karena kenaikan intensitas mobilitas masyarakat. Meski sudah ada anjuran untuk #dirumahaja, tetapi momentum Ramadan-Idul Fitri mungkin terlalu berharga untuk dilewatkan.
Di sejumlah pasar, terlihat warga menyemut untuk berbelanja kebutuhan lebaran. Belum lagi masih ada yang memberanikan diri untuk mudik ke kampung halaman, sebuah tradisi yang sudah mengakar puluhan atau bahkan ratusan tahun sejak masa kolonial Belanda.
Situasi ini membuat virus corona lebih mudah menyebar. Sama seperti di China, virus menyebar luas karena masyarakat Negeri Panda mudik untuk merayakan Tahun Baru Imlek.
Mengutip data Social Distancing Index keluaran Citi, skor Indonesia pada 9 Mei adalah -39. Sepekan sebelumnya, nilai Indonesia berada di -40.
Social Distancing Index yang semakin menjauhi nol berarti masyarakat semakin berjarak. Dalam kasus Indonesia, jarak itu sepertinya malah semakin sempit, membuktikan bahwa terjadi kenaikan intensitas kontak dan interaksi antar-manusia yang mempermudah virus untuk menyebar.
Oleh karena itu, mempertimbangkan aspek kesehatan, sepertinya masih sulit bagi Indonesia untuk mengendurkan social distancing yang dituangkan dalam kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Negara-negara lain seperti Amerika Serikat (AS), Spanyol, Italia, sampai Thailand memang sudah melakukan pelonggaran. Indonesia tidak boleh latah, karena di negara-negara itu pelonggaran social distancing dilakukan setelah kasus sudah sangat dekat dengan puncaknya.
Namun kalau mempertimbangkan aspek ekonomi, memang berat kalau PSBB terus-terusan. Aktivitas publik menjadi sangat terbatas sehingga roda ekonomi berjalan sangat lambat.
Kalau PSBB dilanjutkan, maka ribuan atau jutaan nyawa bisa selamat dari ancaman virus corona. Namun di sisi lain, jutaan orang juga bisa terancam kelangsungan hidupnya akibat kelesuan ekonomi dan ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).