Walkout Rapat Bersama, GEMA PS Indonesia Kecewa Kinerja KLHK untuk Perhutanan Sosial (Cuplikcom/ist)
Cuplikcom - Jakarta - Dalam menindaklanjuti beberapa usulan pengajuan Perhutanan Sosial, Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial (GEMA PS) Indonesia walkout dari ruang rapat yang dilakukan di Manggala Wanabakti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Senin (27/072020).
Rapat bersama ini dilakukan antara GEMA PS Indonesia dengan Direktorat PSKL, Tim Percepatan Perhutanan Sosial (TP2PS) dan Perum Perhutani.
Dalam rapat tersebut, GEMA PS Indonesia menyampaikan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktorat Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) tidak serius merealisasikan program prioritas Presiden Joko Widodo terkait Perhutanan Sosial khususnya di areal kerja Perum Perhutani pada hutan negara di Jawa.
Gema Perhutanan Sosial Indonesia menilai kinerja Ditjen Perhutanan Sosial Indonesia tidak sesuai aturan main "rulebase" dan lamban dalam merespon usulan permohonan ijin perhutanan. Ada usulan yang sudah mencapai 30 bulan dan belum dapat diselesaikan.
Hanafi menyebutkan, bahwa tanggal 10 Oktober 2019 Presiden Jokowi telah menerima GEMA PS Indonesia di Istana Negara dan Presiden telah menyampaikan secara langsung kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar segera melakukan Percepatan untuk SK Perhutanan sosial. Presiden juga menyampaikan akan melakukan Evaluasi percepatan selama 6 bulan sekali.
Gema mengharapkan agar KLHK dapat membuat terobosan percepatan perhutanan sosial dalam situasi pandemi Covid 19. Juga mengharapkan ada perubahan prosedur verifikasi yang lebih transparan, valid, hal mana bisa dilakukan dengan terobosan-terobosan teknologi yang mudah, merakyat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sepanjang 2017 hingga tahun 2020 ini GEMA PS Indonesia telah mendampingi dan memfasilitasi permohonan ijin pemanfaatan hutan perhutanan sosial dan kulin NKK, sehingga saat ini tahun 2020 masih tersisa sebanyak 63 usulan, Dari 63 usulan baru 2 usulan yang telah diproses menjadi SK Perhutanan Sosial.
"Sungguh bukan kinerja yang terukur kalau dari 63 usulan baru 2 yang dapat diselesaiakan menjadi SK," tutur M Hanafiah.
Gema Perhutanan Sosial Indonesia telah beritikad baik membantu percepatan. Rozikin, Deputi Operasional Gema mengatakan, pihaknya sudah datang pada Juni 2020, lalu bulan ini.
"Juli 2020 kami datang lagi sambil menyerahkan kekurangan yang diperlukan untuk penyusunan SK. Kami juga telah melakukan dialog dengan Perum Perhutani selama hampir 1 minggu ini dan telah menemukan beberapa titik temu yang progressif. Tapi justru PSKL yang tidak bergerak maju. Sangat lamban dalam bekerja," paparnya
Rozikin mencontohkan, lamanya waktu "antrian" pengajuan kelompok yang harus menunggu kejelasan verifikasi masih menjadi kendala utama. Waktu tunggu verifikasi bisa mencapai 1 tahun atau lebih.
"Kendala lain adalah lamanya pencocokan data subjek (petani) dengan data dukcapil, sebagaimana disampaikan pimpinan rapat dari PSKL bahwa kuota pencocokan data dukcapil hanya 60 orang per hari. Maka jika ada 18.000 KK total petani penggarap dari 63 usulan, dengan kuota 60 KK per hari, KLHK memerlukan waktu pencocokan dukcapil selama 300 hari atau hampir 1 tahun hanya untuk pencocokan dukcapil. Sungguh tidak mencerminkan suatu kinerja Kementerian yang progressif dan terukur, " tutur Rozikin.
Dikatakannya, pernyataan pimpinan rapat berbeda dengan pernyataan dari staf yang menyampaikan bahwa dapat dilakukan terobosan kerjasama untuk pencocokan dukcapil dengan kuota 1500 orang per hari.
Selain itu, kata Rozikin, perbedaan pernyataan Pimpinan Rapat dengan staf menunjukkan kinerja tidak serius dari Ditjen PSKL dan terkesan main-main untuk menunda-nunda percepatan SK Perhutanan Sosial. Oleh sebab itu Gema Perhutanan Sosial walk out dari rapat.
"Sungguh-sungguh tidak menghargai effort kerja keras kami di lapangan, niat baik kami ke KLHK, semua kami biayai sendiri, demi untuk membantu percepatan capaian kinerja kementerian sendiri loh, tapi kementeriannya bersikap main-main. Kami kecewa dan merasa dihinakan," tandasnya
Pihaknya berharap, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan seharusnya memperhatikan situasi Covid 19 dan efek sosial ekonomi desa-desa di pinggiran hutan di Jawa. Sebagian besar yang terdampak pandemi adalah masyarakat di Pulau Jawa, mereka terancam kehilangan pekerjaan di kota-kota.
Desa dan akses pekerjaan dalam kawasan hutan mampu memberi harapan menampung tekanan tenaga kerja potensial yang kembali ke desa. Di sisi lain, krisis pangan juga menjadi ancaman baru kedepan yang memerlukan antisipasi. Kawasan hutan mampu menyediakan kebutuhan tersebut.
"Maka semestinya, KLHK bergegas-gegas merealisasikan ijin perhutanan sosial di hutan negara di Jawa untuk berkontribusi dalam tantangan tersebut. Sungguh mengecewakan jika yang terjadi secara teknis dan faktual adalah kelambanan kinerja," pungkasnya.