Ratusan kaum Muslim yang tergabung dalam FUI, Rabu (1/4) mengancam akan mengambil sikap golongan putih jika SBY tak bertindak sesuai keinginan mereka: membubarkan Ahmadiyah. Isu golput pun kian menghantui.
“Kita tidak percaya sama SBY karena dia tidak mau membubarkan Ahmadiyah. Jika SBY tidak juga membubarkan Ahmadiyah, kita akan boikot pemilu. Kita akan lakukan golput. Tetapi, kalau SBY membubarkan Ahmadiyah, lain persoalannya,” kata Ketua Dewan Tanfidz FPI Surakarta, Choirul RS dalam orasinya di hadapan ratusan demonstran. Massa yang mendengarkan orasi itu langsung memekikkan takbir Allahu Akbar berulang kali.
FUI untuk kesekian kalinya turun ke jalan menuntut pembubaran Ahmadiyah. Mereka berpandangan Ahmadiyah dinilai bertentangan dengan ajaran Islam. Massa selanjutnya melakukan longmarch 'menyerbu' Istana Negara.
Menanggapi wacana pelarangan Ahmadiyah, cendekiawan muslim, Djohan Effendi, menyebutkan ada beberapa pertanyaan yang perlu direnungkan. Perenungan, ujar mantan Sekretaris Negara itu, terutama harus dilakukan aparatur pemerintah.
Pertama, kalau tindak pelarangan itu didasarkan atas fatwa sebuah lembaga keagamaan, di manakah tempat lembaga keagamaan itu dalam struktur kenegaraan Republik Indonesia?
Kedua, apakah lembaga itu berada dalam struktur kenegaraan atau bahkan berada di atas struktur kenegaraan? Apakah setiap fatwa lembaga tersebut mengikat dan karena itu harus ditaati dan dilaksanakan oleh negara?
Ahmadiyah Indonesia sudah hadir di bumi Nusantara ini sejak era kolonial. Mubalig Ahmadiyah pertama datang ke Indonesia pada 1925. Kedatangan mubalig itu didahului oleh kepergian beberapa pemuda Indonesia ke Qadyan, India, untuk meneruskan studi agama Islam. Merekalah yang mengundang agar dikirim mubalig Ahmadiyah ke Indonesia.
Sejak awal kedatangannya telah timbul reaksi dari kalangan ulama Islam. Terjadi perdebatan dan polemik. Hal ini terjadi di Minangkabau dan Jakarta serta dilakukan dengan adu argumentasi. Tidak ada tuntutan pelarangan, tidak ada berita perusakan. Kedua belah pihak saling menghormati pendirian masing-masing.
Persoalan Ahmadiyah kembali menjadi hangat setelah Rabithah Alam Islami memfatwakan bahwa Ahmadiyah nonmuslim dan meminta negeri-negeri Islam melakukan tindakan terhadap Ahmadiyah. Karena itu, pemerintah Arab Saudi, misalnya, tidak memperkenankan penganut Ahmadiyah masuk ke Tanah Haram untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah.
Lembaga legislatif Republik Islam Pakistan juga menerbitkan amendemen konstitusi Pakistan dan menetapkan bahwa penganut paham Ahmadiyah minoritas nonmuslim. Tapi, pemerintah Pakistan tidak melarang organisasi Ahmadiyah. Bahkan, sesuai dengan konstitusi, mereka menyediakan kursi dalam parlemen Pakistan selaku kelompok minoritas.
Masalah yang timbul di Indonesia bukan pada fatwa sesat itu sendiri. Fatwa semacam itu bukan hal baru, bahkan muncul sejak awal kehadiran jemaah tersebut di negeri kita. Fatwa sesat-menyesatkan adalah masalah yang terjadi di semua agama sejak mula. Semua paham keagamaan mengklaim bahwa paham keagamaannyalah yang benar dan yang lain salah, bahkan sesat.
Tanyakanlah kepada para ustad dan ulama yang sekarang aktif menyebarkan apa yang mereka namakan paham salaf. Apakah paham-paham selain mereka itu benar atau sesat? “Pasti jawabannya hanya paham salaf yang mereka anutlah yang benar dan yang lain menyimpang dari ajaran yang benar,” kata Djohan.
Muhammadiyah tidak akan muncul sekiranya mereka menganggap paham dan praktik keagamaan kaum nahdliyin itu benar. Mereka muncul karena menganggap banyak praktik di kalangan nahdliyin yang merupakan bidah. Mereka mengajarkan dan melakukan praktek keagamaan berbeda yang mereka anggap benar.
Demikian halnya Ahmadiyah. Hanya, kini isu ini sudah masuk ke ranah politik dan menjadi dilema bagi SBY sendiri. Jika SBY membubarkan Ahmadiyah, dia akan dituduh melanggar konstitusi. Namun jika tak membubarkan, ada ratusan, ribuan atau jutaan umat Islam yang golput.
Para cendekiawan muslim pluralis melihat, ada baiknya SBY mendinginkan desakan pembubaran Ahmadiyah itu dengan tenang dan hati-hati. Juga jika hal yang sama dihadapkan ke Jusuf Kalla, sang wapresnya. “Membubarkan Ahmadiyah akan membuat SBY atau JK dituding melanggar konstitusi,” tutur M. Syafii Anwar, Direktur International Centre for Islam and Pluralism.
Yang penting, jangan sampai dengan mengatasnamakan Islam, sekelompok orang bisa mendesak Presiden SBY membubarkan Ahmadiyah. Ini bisa menjerat SBY ke dalam pelanggaran konstitusi.