Massa Buruh Menggelar Unjuk Rasa Menolak RUU Omnibus Law Cluster Ciptaker (Cuplik.com/ M.Riko Indrianto)
Cuplikcom - Jakarta - Buruh kembali berencana menggelar mogok kerja nasional pada 6-8 Oktober nanti. Pasalnya, buruh tetap konsisten menolak Rancangan Undang-undang (RUU) omnibus law Cipta Kerja.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal memastikan 3.000 perusahaan dan 2 juta massa menyatakan siap mendukung aksi tersebut.
"Sampai tadi siang 25 provinsi siap bergabung dari 32 federasi dan konfederasi tadi. Ada sekitar 3.000 perusahaan, memang tidak semua perusahaan. Itu kan ada kelas menengah ke atas, ada juga kecil. Tapi kelas kecil nggak ikut, apalagi UMKM. Yang ikut ini mayoritas perusahaan menengah ke besar, otomotif, elektronik, ritel, farmasi, kimia, energi. Itu diperkirakan 2 juta orang," ujar Said Iqbal kepada Cuplik.com, Jumat (2/10/2020).
"Pertama itu pilihan untuk unjuk rasa besar-besaran di gedung DPR. Saya nggak setuju karena pandemi Corona ini nanti dikhawatirkan jadi klaster baru. Kita boleh unjuk rasa tapi nggak boleh mengorbankan nyawa orang. Kan kalau ratusan ribu dari Jawa, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jakarta, dari Sumatera perwakilan. Tapi kami menolak itu, karena itu berbahaya. Yang kedua, setiap-setiap daerah melakukan aksi besar, itu pun menurut saya berbahaya karena kerumunan massa," jelas Iqbal.
Nantinya, ketua dari serikat buruh perusahaan yang akan ikut itulah yang akan memimpin unjuk rasa.
"Di perusahaan atau pabrik itu kan protokolnya besar. Makanya nanti kerumunan itu dipecah. Jadi ada yang tetap di dalam pabrik, tapi nggak kerja, berhenti produksi. Ada yang di kantin, di halaman parkir, dan lain-lain. Nanti ketua-ketua serikat di perusahaan itulah yang akan mengkoordinir," imbuh dia.
Tujuan Buruh Lakukan Aksi Mogok Kerja Nasional
Iqbal menerangkan, tujuan buruh menggelar ini adalah sebagai bentuk penolakan pada RUU Cipta Kerja yang dikhawatirkan akan dibahas atau bahkan segera disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI 8 Oktober mendatang.
"Karena waktunya makin mendesak tanggal 8 Oktober ada sidang paripurna, maka kami memutuskan melakukan mogok nasional dalam bentuk unjuk rasa nasional sesuai UU nomor 9 tahun 1998," tuturnya.
Selain itu juga, buruh yang sudah diikutkan DPR membahas RUU Cipta Kerja merasa partisipasinya tak berguna. Pasalnya, pemerintah dan DPR RI tak kunjung mengubah Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dalam klaster ketenagakerjaan yang dalam RUU itu dinilai merugikan buruh.
"Kenyataannya, dalam 5 hari pembahasan, kejar tayang itu berubah semua DIM. Nah ini yang membuat kita bereaksi, berarti tidak ad komitmen di tim perumus DPR terhadap apa yang diharapkan buruh, kembali pada isi UU nomor 13 tahun 2003 yang tidak dikurangi," tutup Iqbal.