Demikian hal yang mengemuka dalam bedah buku Menuju Welfare State di Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (2/4). Hadir sebagai pembicara, penulis buku Siswono Yudohusodo, pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada Sri Adiningsih, dan Rektor Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) Semarang Wijaya.
Buku setebal 263 halaman ini merupakan kumpulan tulisan Siswono Yudohusodo di beberapa surat kabar nasional. Dalam buku ini, Siswono mengupas berbagai permasalahan Indonesia sebagai sebuah kritisi terhadap pemerintah.
Mengutip majalah The Economist, Siswono menuturkan, Indonesia memiliki sumber daya alam seperti biji-bijian, beras, teh, kopi, gas alam, timah, nikel, dan emas yang masuk dalam peringkat sepuluh besar dunia. Namun, ironisnya, Indonesia memiliki utang luar negeri yang besar dan jumlah penduduk miskin yang tinggi. "Setidaknya pada tahun 2009 ini, Indonesia memiliki utang luar negeri sebesar 154 miliar dollar AS," katanya.
Untuk itu, Siswono mengungkapkan, diperlukan perpaduan tiga faktor strategis ekonomi untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia, antara lain memanfaatkan keunggulan di sektor pertanian dengan agro industrinya.
Kemudian, memanfaatkan pasar domestik yang sangat besar mengingat populasi penduduk Indonesia cukup tinggi dan memanfaatkan instrumen fiskal (APBN, APBD, dan bea masuk) instrumen moneter (suku bunga, tingkat inflasi, dan cadangan devisa), dan instrumen administrasi.
Sri Adiningsih mengatakan, sebuah negara sejahtera seharusnya dapat menjamin setidaknya lima jenis kebutuhan masyarakatnya, yaitu pangan, sandang, papan, pekerjaan, dan pendapatan yang layak. "Negara berkuasa untuk mengembangkan ekonominya," ucapnya.
Rektor Untag Semarang Wijaya menambahkan, perwujudan sebuah negara sejahtera di Indonesia juga banyak yang terhambat oleh regulasi. Hal ini karena banyak UU yang tidak berpihak pada kesejahteraan rakyat. UU tersebut justru cenderung memberikan keleluasaan wewenang kepada pemerintah. "Tidak ada batas toleransinya," ucap Wijaya.