Demikian disampaikan Deputi Bidang Pengkajian dan Sumber Daya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah I Wayan Dipta di sela-sela lokakarya Intensifikasi Pengembangan Klaster di Jawa Tengah, di Kota Semarang, Senin (6/4).
Klaster merupakan usaha terpadu yang meliputi satu jenis komoditi atau homogen dalam sebuah wilayah yang terdiri dari beberapa pelaku usaha dan difasilitasi oleh pemerintah daerah.
Menurut Wayan, pengembangan klaster ditentukan dari proses sinergis antarpelaku usaha di dalamnya. "Terjadi efisiensi pengelolaan sumber daya manusia dengan pendekatan klaster, karena terdapat rantai manajemen suplai dari hulu ke hilir," ujar Wayan.
Dari 9.700 sentra produksi di Indonesia, Wayan mengakui, baru 1.096 yang dapat dibina oleh pemerintah. "Dengan adanya pengembangan klaster, sentra produksi yang belum dibina diharapkan bisa mandiri. Jateng merupakan provinsi yang memiliki pembinaan klaster secara sistematis dan patut ditiru oleh provinsi lainnya," katanya.
Sekretaris Forum Pengembangan Ekonomi dan Sumber Daya Jawa Tengah Agus Suryono mengatakan, Pemerintah Provinsi Jateng memfokuskan pembinaan klaster dalam empat hal yaitu, pembinaan modal sosial, pengembangan produksi, keuangan, dan pemasaran.
"Hingga kini, terdapat 133 klaster di Jateng yang bergerak di sektor pariwisata, pertanian terpadu, dan industri. Beberapa klaster bahkan telah menggapai pasar luar negeri, seperti klaster Batik di Solo dan Pekalongan, serta klaster jambu lele di Kabupaten Demak," kata Agus yang juga Kepala Badan Penanaman Modal Jateng.
Fauzi Suud, Ketua Klaster Batik Simbang Kulon, Kecamatan Buaran, Kabupaten Pekalongan, mengakui, yang paling dibutuhkan pelaku usaha mikro ketika tergabung dalam sebuah klaster adalah penyediaan akses pasar. "Selama ini, mereka baru terbantu soal manajemen usahanya saja," ucap Fauzi.
Meskipun demikian, dia mengakui, omzet para pelaku usaha batik meningkat sekitar 50 persen setelah tergabung dalam klaster.
Dalam sambutannya, Wakil Gubernur Jawa Tengah Rustriningsih menuturkan, pendekatan klaster dapat meningkatkan pendapatan para pelaku usaha mikro dan kecil di pedesaan yang berdampak pada kemakmuran desa.
Dengan adanya lokakarya ini, Rustriningsih mengharapkan munculnya kriteria klaster yang bisa disepakati dan penetapan 3-5 klaster yang dijadikan sebagai proyek pengembangan.