Ilustrasi (Cuplik.com/ M.Riko Indrianto)
Cuplikcom-Jakarta-Ketika Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj terkonfirmasi positif COVID-19 usai diperiksa swab test. Said Aqil menyebut COVID-19 bukanlah aib yang harus ditutupi.
"Alhamdulilah pada saat ini beliau dalam kondisi yang baik, sedang dirawat di sebuah RS di Jakarta, dengan perawatan yang intensif," kata Sekertaris Pribadi Said Aqil, Sofwan Erce dalam keterangannya yang ditayangkan dalam video di YouTube, Minggu (29/11/2020).
Sofwan mengatakan Said Aqil terkonfirmasi Corona pada Sabtu (28/11) kemarin sekitar pukul 19.30 WIB. Said Aqil terkonfirimasi positif setelah menjalani pemeriksaan PCR swab test.
"Hasil PCR Swab dari almukarom Prof Dr K.H Said Aqil Siradj menunjukan hasil positif, atas arahan beliau kami diminta unutk menyampaikan kabar ini," ucapnya.
Berbeda dengan Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siradj, Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Syihab, justru berkali-kali menyatakan telah melakukan tes swab secara mandiri namun menolak untuk membeberkan hasil tes tersebut, Rizieq juga membuat pernyataan tertulis yang berisi penolakan publikasi hasil swab.
Bahkan, Pihak keluarga Rizieq Syihab menolak di swab test (PCR) ulang, yang diinisiai oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor.
Walikota Bogor Bima Arya geram mengetahui, tim Dinas Kesehatan Bogor ditolak oleh keluarga saat akan melakukan swab terhadap Rizieq Syihab.
Untuk itu, Bima mendatangi RS UMMI guna meminta kejelasan dari pihak keluarga.
"Jadi RS UMMI itu, masih wilayah NKRI masih wilayah Kota Bogor, wilayah saya. Gak bisa sembarangan menolak," kata Bima, kepada wartawan, Jumat (27/11/2020)
"Kita kan menjalankan Undang-Undang. Kita mendapatkan mandat untuk menjalankan UU Karantina," imbuh Bima
Sebelumnya, Rizieq melakukan test swab PCR, secara mandiri tanpa sepengetahuan Pemkot Bogor.
Menkopolhukam Mahfud MD Angkat Bicara
Mengenai rekam medis atau medical record, ada undang-undang dan kode etik kedokteran yang menjamin kerahasiaan data pasien. Dalam UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, terdapat ketentuan yang menyatakan pasien berhak memilih ingin mempublikasikan data terkait hasil pemeriksaan atau tidak.
Hanya saja dalam konteks pandemi, rekam medis bisa dibuka. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan karena saat ini sedang dalam keadaan khusus, maka ketentuan khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum.
"Ada ketentuan khusus bahwa dalam keadaan tertentu menurut UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kesehatan dan UU no 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular maka medical record bisa dibuka dengan alasan tertentu," katanya dalam siaran pers di BNPB, Minggu (29/11/2020).
Terkait pandemi COVID-19, data soal rekam medis pasien tidak untuk disebarkan kepada publik melainkan hanya untuk kepentingan penanganan kasus, dalam hal ini penelusuran kontak pasien COVID-19.
Menko Polhukam juga menekankan pemerintah akan melakukan langkah dan tindakan tegas bagi siapapun yang melanggar ketentuan yang membahayakan keselamatan dan kesehatan masyarakat.
"Siapapun yang menghalangi petugas untuk melakukan upaya menyelamatkan masyarakat, maka bisa diancam dengan ketentuan KUHP dengan pasal 212 dan 216 jadi ada perangkat hukum di sini yang bisa diambil oleh pemerintah," tegasnya.