Kapolri Jenderal Idham Azis (Cuplik.com/ M.Riko Indrianto)
Cuplikcom-Jakarta-Kapolri Jenderal Idham Azis buka suara atas peristiwa penghadangan dan pengusiran yang dilakukan laskar FPI kepada anggota Polda Metro Jaya di Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Idham menegaskan kepada jajarannya bahwa negara tak boleh kalah oleh ormas yang bersikap seperti preman.
"Negara tidak boleh kalah dengan ormas yang melakukan aksi premanisme," tegas Idham dalam keterangan pers yang disiarkan Divisi Humas Polri, Kamis (3/12/2020).
Idham mengancam akan menindak tegas pihak-pihak yang menghalangi proses penegakan hukum. Dia meminta seluruh elemen masyarakat tertib dan menjaga situasi tetap kondusif.
"Kita akan sikat semua. Indonesia merupakan negara hukum. Semua elemen harus bisa menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat," ungkap Idham.
"Ada sanksi pidana untuk mereka yang mencoba menghalang petugas dalam melakukan proses penegakan hukum," sambung dia.
Di masa pandemi Corona (COVID-19), Idham memegang asas salus populi suprema lex exto. "Keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi," pungkas Idham.
Divisi Humas Polri, dalam rilisnya, kemudian membeberkan ancaman pidana UU Kekarantinaan Kesehatan dan KUHP terkait kasus penghadangan penyidik yang hendak mengantarkan surat panggilan kedua untuk Habib Rizieq oleh laskar FPI.
"Pasal 216 ayat (1) KUHP menyebutkan: Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp 9.000," tulis Divisi Humas Polri.
"Sebagaimana diketahui Pasal 160 KUHP sendiri berbunyi bahwa 'Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasarkan ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500," sambungnya.