"Kami menemukan ada indikasi penentuan harga yang terlalu mahal, indikasi persekongkolan, dan konflik kepentingan," kata Koordinator Divisi Investigasi ICW Agus Sunaryanto di gedung KPK, Jakarta, Selasa (7/4).
Agus menjelaskan program tersebut berlangsung sejak 2004 sampai 2007. Sedangkan dugaan korupsi proyek tersebut terjadi pada 2005.
Berdasar data ICW, nilai program makanan pendamping ASI dalam bentuk bubur bayi dan biskuit itu adalah Rp85 miliar. Proyek itu dijalankan oleh konsorsium, yang terdiri dari PT Gizindo Primanusantara dan PT Indofarma.
Dalam berita acara negosiasi harga dan klarifikasi pengadaan makanan pendamping ASI tahun 2005, ditetapkan pengadaan biskuit sebanyak 2,47 juta kg dengan nilai Rp57,9 miliar dan bubur sebanyak 1,46 juta kg dengan nilai Rp 26,9 miliar.
Sementara anggota Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, Ratna Kusuma mengatakan, harga barang dalam kontrak tersebut lebih mahal daripada harga pembanding yang beredar di pasaran.
Ratna merinci, perbedaan harga tersebut cukup signifikan. Harga pasaran bubur yang hanya Rp 12.238 per kg dibuat menjadi Rp 14.563 per kg dalam kontrak. Sedangkan harga pasaran biskuit sebesar Rp 18.238 per kg dinaikkan oleh konsorsium menjadi Rp23.495 per kg di dalam kontrak.
"Selisih dari penentuan harga itu telah merugikan negara Rp 16,07 miliar," kata Ratna.
Sedangkan anggota Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW Febri Hendri menegaskan, proyek di Depkes tersebut tidak terlepas dari persekongkolan dan konflik kepentingan. Persekongkolan itu dapat dilihat dari keikutsertaan perusahaan yang sudah sering menangani proyek di Depkes.
Konflik kepentingan dapat dilihat dari adanya pejabat di Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Depkes yang merangkap jabatan sebagai Komisaris Utama PT Indofarma, rekanan dalam proyek tersebut yang juga terafiliasi dengan PT Indofood.
Namun, Febri menolak menyebut nama pejabat dan perannya dalam proyek tersebut. Febri menilai program makanan pendamping ASI adalah proyek bagi kepentingan rakyat kecil. Untuk itu, KPK harus mengutamakan penanganan kasus tersebut. "Kita mendesak KPK untuk segera menuntaskan kasus ini," tegas Febri.