Mereka, para sekjen itu, berasal dari parpol besar, tengah, hingga kecil. Juga ikut sejumlah sekjen parpol baru. Garis besar pertemuan itu, parpol berharap Pemilu 2009 bisa berjalan jujur dan adil.
Lima kesepakatan tersebut yaitu perbedaan partai tidak boleh melunturkan kebersamaan untuk mementingkan bangsa di atas kepentingan partai, simpatisan dan kader partai wajib mengamankan Pemilu, mendesak pemerintah dan KPU melaksanakan Pemilu secara luber dan jurdil untuk menghindari sengketa Pemilu yang berlarut-larut, agar Pemilu sukses, kader dan simpatisan diharapkan mengamankan proses pemungutan suara, dan demokrasi akan sehat bila tidak terdistorsi oleh berbagai kecurangan Pemilu.
Salah satu poin itu jelas-jelas menyasar Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pemerintah. Namun, tampaknya seruan itu sumir. Karena dari beberapa partai politik yang berkumpul, terdapat partai politik pendukung pemerintah saat ini seperti Partai Golkar, Partai Demokrat, PAN, dan PBB. Tak jelas siapa yang dimaksud.
Secara implisit, acara yang dimotori Partai Golkar dan PDIP itu sepertinya membidik persoalan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Soalnya, masih banyak ditemukan DPT ganda di sejumlah daerah, tak terkecuali di DKI Jakarta.
Sekjen DPP PDIP Pramono Anung menegaskan terlalu mahal jika pemilu dikotori dengan praktik-praktik manipulasi. “Sayang jika pemilu yang menghabiskan anggaran banyak, namun dikotori dengan manipulasi,” katanya, Senin (6/4) di Jakarta.
Di tempat yang sama, Sekjen DPP Partai Demokrat, Marzuki Alie, mengaku pihaknya juga turut mendorong pemilu yang bersih, jujur dan adil. Bahkan, Marzuki juga membantah jika pihaknya mendukung kebijakan KPU yang kini menjadi sorotan banyak pihak. “Terus terang saja kalau kita mau jujur, yang pilih orang-orang KPU itu siapa. Porsi kursi terbanyak di DPR itu siapa. Begitu saja kita menjawabnya,” katanya.
Selama ini, pihak pemerintah terkesan dituding turut memiliki andil dalam keksiruhan DPT. Dalam konteks ini, Partai Demokrat sebagai pihak yang berkepentingan dengan penggelembungan suara siluman tersebut. Kasus Pemilu Kepala Daerah Jawa Timur yang dimenangkan kandidat dari Partai Demokrat yaitu pasangan Soekarwo-Syaifullah Yusuf adalah buktinya.
Menurut Maruzki, DPT yang saat ini ada adalah wewenang KPU. Posisi pemerintah tidak dalam posisi mencampuri persoalan DPT. Marzuki mengakui, sumber DPT berasal dari pemerintah, namun pemerintah daerah juga memiliki andil. “Jadi manipulasinya di mana? Data itu dari pemerintah daerah,” katanya.
Pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Maswadi Rauf menegaskan tekad untuk menciptakan pemilu yang jujur dan adil, harus diikuti langkah sistematis dari partai politik. “Akan sia-sia kalau hanya statement saja. Partai politik harus menyiapkan saksi mulai dari TPS, PPK, KPU,” tegasnya kepada INILAH.COM, Senin (6/4) di Jakarta.
Ia juga tidak sepakat jika kisruh DPT bermuara dari usaha manipulasi dari pemerintahan SBY. Menurut dia, kini SBY tidak menguasai birokrasi. Jika pun dilakukan upaya tersbeut, Maswadi yakin, PNS akan menolaknya. “Kalau pemerintah yang mencurangi DPT, bagaimana caranya?” tanyanya.
Ikhtiar untuk menciptakan pemilu yang berkualitas oleh partai politik peserta pemilu memang harus dilakukan. Meski, hal itu harus diiringi dengan upaya konkret dengan menyiapkan perangkat mulai dari saksi hingga niat baik partai politik untuk tidak berlaku curang. Tak terkecuali partai pemerintah agar tidak memanfaatkan akses birokrasi untuk kemenangan partai politik tertentu.