Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Indramayu (Cuplikcom/Andrian)
Cuplikcom - Indramayu - Perkawinan anak merupakan bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap anak, serta pelanggaran terhadap hak anak. Khususnya hak untuk menikmati kualitas hidup yang baik dan sehat, serta hak untuk tumbuh dan berkembang sesuai usianya. Namun fakta menunjukkan, jumlah anak yang menjadi korban perkawinan anak masih sangat tinggi.
Demikian dikatakan oleh Sekretaris Cabang Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Indramayu, Yuyun Khoerunisa, saat menghadiri pertemuan jaringan dalam menghentikan perkawinan anak, di salah satu hotel di Kabupaten Indramayu, Selasa (12/1/2021).
Yuyun menerangkan, Data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2018 mengungkap masih tingginya pernikahan anak di Jawa Barat. Tercatat, presentase perempuan Usia 20-24 tahun yang pernah kawin umur pertamanya di bawah 18 tahun.
"Jawa Barat menduduki provinsi kedua terbanyak dengan 20,93 persen dari jumlah perempuan yang ada. Prosentase tersebut bahkan lebih tinggi ketimbang tingkat pernikahan dini secara nasional yang mencapai 15,66 persen," terangnya.
Yuyun menuturkan, data perkawinan anak dari Kementrian Agama Provinsi Jawa Barat tahun 2019 sebanyak 21.449 kasus. Kemudian berdasarkan data dari Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu tercatat dispensasi kawin tahun 2018 sebanyak 266 kasus, tahun 2019 sebanyak 251 kasus, dan pada tahun 2020 sebanyak 534 kasus.
"Kemudian, catatan data yang dilakukan oleh Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Indramayu melalui Balai Perempuan Pusat Informasi Pengaduan dan Advokasi (BP PIPA) dari tahun 2018-2020 yang terdiri dari BP Gelarmendala sebanyak 12 kasus, BP Krasak sebanyak 10 kasus, dan BP Cibeber sebanyak 6 kasus," tutupnya.