Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Indramayu (Cuplikcom/Andrian)
Cuplikcom - Indramayu - Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Cabang Indramayu memandang perlu untuk perubahan cara pandang dan budaya masyarakat, struktur hukum yang bias gender serta aturan hukum yang memberikan peluang untuk merenggut hak perempuan dan anak.
Oleh karena itu, KPI Cabang Indramayu terus melakukan upaya mendorong kebijakan baik di tingkat desa melalui Perdes, maupun di tingkat Kabupaten melalui Peraturan Bupati atau Peraturan Daerah, yang akan menjadi payung hukum dan memberi kepastian baik masa depan anak-anak di Kabupaten Indramayu. Sehingga visi misi Indramayu Bermartabat, akan mampu diwujudkan bersama.
Demikian dipaparkan oleh Sekretaris Cabang Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Indramayu, Yuyun Khoerunisa, saat menghadiri pertemuan jaringan dalam menghentikan perkawinan anak, di salah satu hotel di Kabupaten Indramayu, Selasa (12/1/2021) kemarin.
Yuyun mengatakan, data perceraian yang didapatnya dari Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu tahun 2018 sebanyak 7.776 (Cerai talak: 2.325 kasus, cerai gugat: 5.451 kasus), Tahun 2019 sebanyak 8.365 (Cerai talak: 2.301 kasus, cerai gugat: 6.064 kasus), Tahun 2020 sebanyak 6.712 (Cerai talak: 2.389 kasus, cerai gugat 4.323 kasus).
"Melihat data gugat cerai lebih tinggi dari gugat talak menunjukkan indikasi besarnya kasus KDRT yang dialami oleh perempuan," kata Yuyun.
Selain itu, Yuyun menyampaikan, berdasarkan data laporan kasus yang diterima oleh Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Kabupaten Indramayu Tahun 2020, kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebanyak 44 kasus, pencabulan sebanyak 9 kasus, trafficking sebanyak 1 kasus dan kasus aniaya anak sebanyak 21 kasus.
Selanjutnya, data kasus kekerasan di Indramayu yang didapatkan dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Indramayu Tahun 2015 sebanyak 99 kasus, Tahun 2016 sebanyak 63 kasus, Tahun 2017 sebanyak 84 kasus, Tahun 2018 sebanyak 31 kasus, Tahun 2019 sebanyak 40 kasus, dan Tahun 2020 sebanyak 16 kasus.
"Kekerasan itu terdiri dari KDRT kekerasan terhadap perempuan, trafficking, persetubuhan (Perbuatan cabul/Pelecehan seksual-red), kekerasan fisik, penelantaran, KDRT kekerasan terhadap anak, bawa lari, depresi, kekerasan psikis, hak asuh anak dan ABH (Anak Berhadapan dengan Hukum-red)," ujar Yuyun.
Pihaknya menerangkan, terkait data di atas, dan ditambah dengan kondisi pandemi COVID-19 hari ini, dimana beberapa masalah sosial dan juga perekonomian menjadi dampak yang turut berpengaruh terhadap lajunya angka perkawinan anak di Indonesia. Termasuk juga di Indramayu, bukan tidak mungkin beberapa anak akan tetap menikah dengan tidak mengikuti prosedur pencatatan di KUA/DISCAPIL sesuai dengan ketentuan Negara.
"Langkah progresif harus bersama-sama kita lakukan pasca disahkan Undang-undang nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dimana batas usia perkawinan bagi perempuan, diubah dari 16 menjadi usia 19 tahun. Sehingga usia setara baik untuk laki-laki maupun perempuan harus tetap digaungkan," terang Yuyun.
Maka, menurutnya, dengan beberapa catatan di atas, KPI Cabang Kabupaten Indramayu bersama dengan Komunitas, Jaringan serta Organisasi yang concern terhadap isu perempuan dan anak, memberikan rekomendasi, antara lain, Mendorong kebijakan daerah dan desa yang ramah perempuan dan anak, Kerjasama konstruktif dari semua elemen untuk pencegahan perkawinan anak (Masyarakat-Legislatif-Eksekutif-Pemerintah Desa), Mendorong Peraturan Bupati terkait Pencegahan Perkawinan Anak dan Peraturan Bupati Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Indramayu, Mendorong gender budgeting dalam setiap program dan anggaran pembangunan di Kabupaten Indramayu, Mengefektifkan lembaga-lembaga layanan yang sudah ada terkait isu perempuan dan anak, Pelibatan perempuan dalam setiap kebijakan dan arah pembangunan dari tingkat desa hingga kabupaten, Mendorong partisipasi aktif perempuan dalam setiap rencana dan strategi pembangunan dari tingkat desa hingga kabupaten.