Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah (Cuplik.com/ Neni Lestari)
Cuplikcom-Jakarta-KPK telah memanggil Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, atas kasus suap Ekspor Benih Lobster yang menjerat Mantan Menteri KKP Edhy Prabowo. Rohidin membantah terlibat dalam perkara ini. Menurut dia, pihaknya hanya memberi kewenangan terkait proses perizinan
"Oh tidak ada sama sekali, kita terkait dengan bagaimana kewenangan dan perizinan proses," ujar Rohidin, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (18/1/2021).
Rohidin menyebut dirinya memberikan keterangan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya sebagai saksi.
"Saya sebagai warga negara yang baik, saya datang memberikan keterangan sebagai saksi terkait dengan kasus yang tengah ditangani oleh KPK,"
Dia juga membantah menerima sejumlah uang dari proses perizinan. Gubernur Bengkulu Rohidin memastikan tak ada salah satu pejabatnya terlibat.
"Itu nggak... nggak ada," singkatnya.
Seperti diketahui, KPK kembali memanggil Rohidin Mersyah dan Gusril Pausi terkait kasus suap ekspor benih lobster. Keduanya dipanggil sebagai saksi untuk tersangka mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
"Mereka dipanggil menjadi saksi untuk tersangka EP (Edhy Prabowo)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (18/1)
Dalam pemanggilan pertama, kedua pejabat itu tidak memenuhi panggilan KPK. Gusril dipanggil pada Senin (11/1), sedangkan Gubernur Bengkulu Rohidin dipanggil pada Selasa (12/1).
Dalam kasus ini, KPK menetapkan tujuh orang tersangka, termasuk Edhy Prabowo. Selain Edhy, ada enam orang lain yang ditetapkan sebagai tersangka.
Berikut ini daftar ketujuh tersangka:
Sebagai penerima:
1. Edhy Prabowo (EP), eks Menteri KKP;
2. Safri (SAF), eks Stafsus Menteri KKP;
3. Andreau Pribadi Misanta (APM), eks Stafsus Menteri KKP;
4. Siswadi (SWD), Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK);
5. Ainul Faqih (AF), Staf istri Edhy Prabowo; dan
6. Amiril Mukminin (AM)
Sebagai pemberi:
7. Suharjito (SJT), Direktur PT DPP
Secara singkat, PT DPP merupakan calon eksportir benur yang diduga memberikan uang kepada Edhy Prabowo melalui sejumlah pihak, termasuk dua stafsusnya. Dalam urusan ekspor benur ini, Edhy diduga mengatur agar semua eksportir melewati PT ACK sebagai forwarder dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor.
KPK menduga suap untuk Edhy Prabowo ditampung dalam rekening anak buahnya. Salah satu penggunaan uang suap yang diungkap KPK adalah ketika Edhy Prabowo berbelanja barang mewah di Amerika Serikat (AS), seperti jam tangan Rolex, tas LV, dan baju Old Navy.