ABM tak asal menyimpulkan. Saat kampanye terbuka dilakukan, tak ada tawaran agenda kesejahteraan rakyat secara konkrit dari partai politik (parpol) peserta Pemilu 2009, terutama menyikapi maraknya PHK masal akibat krisis global yang seringkali menjadi alasan. Dalam pandangan ABM, krisis keuangan global justru dijadikan kesempatan emas bagi pemodal yang umumnya memiliki kekuasaan untuk melakukan PHK dengan kompensasi murah dan cara yang mudah. Faktanya, saat ini PHK baik secara masal maupun perorangan hampir setiap hari terjadi di seluruh Indonesia jumlahnya berkisar 500 ribu orang.
Meski ada partai yang berjanji akan menghapus sistem outsourcing dan memberikan lapangan kerja seluas-luasnya, namun ABM menilai hal tersebut juga tak kongkrit karena tak menyentuh akar permasalahannya. "Siapapun pemenang dari Pemilu 2009 ini akan tetap menghasilkan rezim yang anti rakyat yang tak akan mampu mengubah kesejahteraan rakyat Indonesia," kata Koordinator ABM, Anwar Sastro Ma'ruf.
"Ini bukan hanya slogan, tetapi merupakan kondisi obyektif yang dijalankan oleh rezim selama ini berlangsung dengan sistem yang tak memberikan kesejahteraan dan keadilan bagi rakyatnya," tandas Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos menambahkan.
Selanjutnya, ABM menyatakan secara tegas menolak Pemilu 2009 sebagai wujud pendidikan politik kepada anggotanya. Meski demikian ABM menyadari jika terus berada "di luar panggung" atau tak mempersiapkan perebutan kekuasaan, tentunya tak akan terjadi perubahan. Karenanya, ABM mengimbau kepada masyarakat yang tak menggunakan hak pilihnya alias golput untuk bersatu membentuk alat politik guna merebut kekuasaan melalui Pemilu atau momentum lainnya.
Menurut ABM, ada empat solusi, dengan catatan dilakukan oleh sebuah pemerintahan yang berasal dari kekuatan politik kelas pekerja yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat/pekerja. Pertama, industrialisasi nasional dan reformasi agraria yang kuat mandiri serta berkeadilan ekologis. Kedua, nasionalisasi industri strategis dibawah kontrol rakyat. Ketiga, menolak bayar utang. Keempat, pemberantasan korupsi dan menyita harta koruptor.
"Akar dari sistem kapitalisme adalah sistem kapitalisme itu sendiri yang menghancurkan. Kalau dengan tegas empat platform kami tadi diterapkan tentu bisa kita terima, tetapi harus dicek dulu siapa-siapa yang ada dalam partai-partai itu," tegas Sastro.
Terkait adanya aktivis buruh yang akan menjadi calon legislatif (caleg), Nining berpendapat hal itu bagian dari hak politik mereka. Namun ia mempertanyakan apakah caleg yang berasal dari serikat buruh itu memiliki ruang untuk melakukan perubahan terhadap kepentingan rakyat. Menurutnya, jika dilihat dari sistem partainya seperti sekarang ini, peluang itu sangat minim, bahkan tak ada.
Kita lihat saja bagaimana watak wakil rakyat yang dihasilkan Pemilu kali ini?