Sebuah penelitian terbaru mendapati, produksi bioethanol ternyata membutuhkan air tiga kali lebih banayak. Hal ini bisa menjadi dilema besar dalam pengembangan biofuel.
Satu galon ethanol membutuhkan lebih dari 2.100 galon air yang harus diambil dari dalam tanah tapi tergantung irigasi yang tersedia. Demikian penelitian yang dilaporkan pada journal Environmental Science & Technology.
Kabar bagusnya, kebutuhan air tidak semuanya besar di setiap wilayah. Seperti di wilayah “sabuk jagung” AS hanya membutuhkan kurang dari 100 galon air untuk menghasilkan 1 galon ethanol. Hal ini membuat produksi Ethanol menjadi dimungkinkan.
"Hasil itu menunjukkan perlunya penelitian wilayah, sebelum mengembangkan biofuel di suatu tempat,’’ tulis laporan itu.
Bioethano, biasanya dibuat dari sumber tanaman semacam jagung yang sering kali disebut menghasilkan pembakaran lebih bersih dibandingkan bahan bakar fosil. Biofuel diharapkan bisa mengurangi karbondioksida serta polutan lain dalam jumlah besar.
Penelitian sebelumnya juga mempertanyakan keuntungan dari Biofuel dan disebut lebih banyak membutuhkan energi dalam proses menghasilkannya. Selain itu, biofuel dinilai tidak terlalu banyak mengurangi efek rumah kaca. Termasuk dibutuhkan pupuk untuk menghasilkan panen, dimana bisa menimbulkan zone kematian karena bahan kimia dari pupuk yang semakin menumpuk.