Menurut dr Diana Mauria RA SpOG dari Brawijaya Women and Children Hospital, Jakarta Selatan, kehamilan risiko tinggi adalah kondisi atau kehamilan umum seorang ibu selama kehamilan, persalinan dan masa nifas yang dapat memberikan ancaman bagi si ibu maupun janinnya.
Faktor Risiko dan Bahaya
Ada dua faktor kehamilan risiko tinggi. Pertama, faktor risiko yang terjadi atau sudah ada sebelum kehamilan. Kedua, faktor risiko selama kehamilan. Yang masuk dalam kategori faktor risiko yang terjadi sebelum kehamilan biasanya adalah perempuan yang memiliki suatu keadaan yang menyebabkan meningkatnya risiko selama kehamilan.
Jika seorang perempuan mengalami masalah pada kehamilan sebelumnya, kemungkinan besar perempuan itu dapat mengalami hal yang sama pada kehamilan berikutnya.
"Ada banyak faktor risiko, di antaranya saat hamil, peristiwa pada kehamilan yang lalu, seperti bekas cesar, operasi ginelogi, bayi prematur, kehamilan pertama kali melahirkan lebih dari empat kali (grande multi), saat hamil seorang perempuan yang pernah mengalami preeklamsi atau eklamsi dan adanya penyakit berat pada si ibu hamil, seperti penyakit jantung, paru, liver, ginjal dan HIV/AIDS," terangnya.
Dikatakan faktor risiko tinggi, jika usia perempuan itu kurang dari 19 tahun atau lebih dari 35 tahun. Perempuan berusia kurang dari 19 tahun lebih rentan terhadap preeklamsi atau eklamsi, lebih mungkin melahirkan bayi dengan berat badan rendah atau prematur dan kesulitan pada saat melahirkan atau paktus macet. Bahkan dapat mengalami perdarahan yang hebat pada saat akan melahirkan.
Perempuan yang berusia 35 tahun ke atas juga demikian karena lebih rentan terhadap tekanan darah tinggi dan gangguan persalinan. Bayi yang dilahirkan akan memiliki risiko kelainan kromosom, seperti down syndrom. "Seorang perempuan yang memiliki tinggi badan kurang dari 145 cm pun termasuk dalam ibu hamil risiko tinggi karena seringkali panggulnya sempit sehingga akan sulit saat melahirkan," tambah dr Diana.
Peristiwa pada kehamilan yang lalu juga termasuk dalam kehamilan risiko tinggi, seperti seorang perempuan yang 3 kali berturut-turut mengalami keguguran pada trimester pertama, pernah melahirkan secara prematur atau janin meninggal dalam kandungan. Karena itu, perempuan harus mengetahui keadaan atau kesehatan alat reproduksi setelah hamil, seperti apakah ada mioma, kista dan kelainan struktur pada rahim. Demikian juga jika terdapat penyakit-penyakit berat seperti, lupus, serta adanya riwayat ketidakcocokan Rhesus darah antara si ibu dan janinnya (Inkompatibilitas Rhesus).
Tidak hanya itu, seorang perempuan dapat mengalami kehamilan risiko tinggi jika telah hamil atau melahirkan sebanyak lebih dari empat kali. Hal ini memungkinkan perempuan mengalami kontraksi yang buruk pada saat persalinan dan pendarahan setelah persalinan karena otot rahimnya lemah. Persalinan yang cepat bisa menyebabkan meningkatnya risiko perdarahan yang hebat, plasenta previa atau letak plasenta rendah.
Jika seorang perempuan pernah melahirkan bayi yang menderita Inkompatibilitas Rhesus, bayi berikutnya pun akan memiliki risiko menderita penyakit yang sama. Penyakit ini terjadi jika darah sang ibu memiliki Rh-negatif. Dan ibu membentuk antibodi untuk menyerang darah janin. Antibodi ini dapat menyebabkan kerusakan pada sel darah merah janin.
Kelainan struktur janin pun termasuk dalam kehamilan risiko tinggi karena adanya kelainan struktur pada organ reproduksi perempuan, seperti rahim ganda atau leher rahim yang lemah, adanya mioma dan kista besar pada indung telur rahim yang lemah, adanya mioma dan kista besar pada indung telur rahim yang dapat menyebabkan kelainan letak pada bayi, seperti bayi melintang dan bayi sungsang.
Sementara yang masuk dalam kategori faktor risiko selama kehamilan adalah jika seorang perempuan hamil dengan risiko rendah mengalami suatu perubahan yang menyebabkan bertambahnya risiko saat hamil. Faktor risiko meningkat jika ibu merokok. Jika si ibu merokok, berat badan bayi akan rendah. Juga si ibu lebih rentan mengalami komplikasi plasenta, ketuban pecah sebelum waktunya, persalinan prematur, infeksi rahim, dan cacat bawaan pada jantung bayi. Anak yang dilahirkan oleh ibu yang merokok pun bisa mengalami gangguan pertumbuhan fisik, perkembangnan intelektual dan perilaku.
Tidak hanya itu, perempuan yang mengonsumsi minumnan beralkohol selama masa kehamilan risiko tinggi dan cacat bawaan pada bayi. Sindrom alkohol adalah salah satu akibatnya. Sindrom ini ditandai dengan keterbelakangan pertumbuhan sebelum atau sesudah lahir, kelainan wajah, mikrosefalus atau ukuran kepala lebih kecil yang kemungkinan disebabkan oleh pertumbuhan otak di bawah normal, dan kelainan perkembangan perilaku. Tak jarang sindroma alkohol ini seringkali menyebabkan keterbelakangan mental.
Risiko terjadinya keguguran, karena mengonsumsi alkohol, dua kali lipat, terutama jika perempuan tersebut adalah peminum berat. Berat badan pada bayi yang dilahirkan berada di bawah normal, yaitu kurang 2,5 kg. Ibu yang menderita HIV/AIDS juga dapat mengalami kehamilan risiko tinggi. Bayi dilahirkan, sekitar 75 persen, juga menderita AIDS, jika tidak segera diobati dengan obat antiretroviral.
Pengobatan
Kehamilan risiko tinggi dapat dicegah jika gejalanya ditemukan sedini mungkin. Jika tidak segera dicegah, bayi lahir belum cukup bulan, lahir dengan berat yang rendah, keguguran atau abortus, persalinan yang tidak lancar, perdarahan sebelum dan sesudah persalinan, janin mati dalam kandungan, keracunan kehamilan, seperti kejang-kejang, dan sang ibu bisa meninggal.
Karena ada banyak faktor kehamilan risiko tinggi ini, yang pertama dilakukan adalah melihat atau mencari tahu apa faktor risikonya. Misalnya, faktornya adalah penyakit darah tinggi. Untuk mencegahnya, harus diobati dulu penyakit darah tingginya dan dijaga agar tidak berkembang lebih parah menjadi preeklamsi atau eklamsi.