Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid (Cuplik.com/Fanny Nurul)
Cuplikcom-Jakarta-Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid dalam khotbah salat Ied-nya menyinggung soal tes wawasan kebangsaan (TWK) asesmen alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai ujian yang menyimpang dari wawasan kebangsaan Rasul.
Dilansir dari CNN Indonesia, Kamis (12/5/2021) Usman menjadi khatib Ied secara virtual yang digelar Majlis Ta'lim Hilful Fudhul.
Ia melanjutkan, pesan wawasan kebangsaan Nabi Muhammad itu disampaikan dalam khotbah wada' atau khotbah perpisahan nabi saat ibadah haji terakhir. Selain tak selaras dengan pesan kebangsaan Nabi Muhammad, TWK KPK dianggap sebagai proses berlebihan.
"Mereka melecehkan hak kemanusiaan banyak orang, melupakan integritas, keahlian, dan dedikasi bertahun-tahun," kata Usman dalam khotbah yang disiarkan secara virtual, Kamis (13/5) pagi.
Adapun muatan khotbah Nabi Muhammad tersebut, terang Usman, antara lain mengenai kewajiban menjaga lima hal pokok tentang HAM (al huquuq al insaniyah) yakni penghormatan beragama (hifdz ad diin), dan penghormatan jiwa, hak hidup dan martabat individu (hidzunan nafs al ir'd), kebebasan berpikir (hifdzun al aql), keharusan menjaga keturunan (hifdzun al nasb) dan, menjaga harta benda (hifdzun al maal).
"Inilah lima hal mendasar yang dikenang dari pidato perpisahannya sebagai panduan pengikutnya dalam menjaga wawasan kebangsaan yang berkeadilan," ujar Usman.
Menurut Usman, wawasan kebangsaan semestinya bertolak pada nilai-nilai esensial seperti keadilan, pengendalian nafsu ammarah (nafsu menguasai) dan nafsu lawwamah (nafsu menyingkirkan yang lain).
Namun, nafsu tersebut kadang justru kerap timbul dari sifat yang dirasa positif, seperti wawasan kebangsaan, cinta tanah air, atau nasionalisme. Karena saking nafsunya, ketiga hal tadi digunakan untuk mencela dan menyingkirkan orang lain.
"Memang terdapat ekspresi nasionalisme yang berlebihan, yang penuh nafsu," kata Usman.
Ia lantas mewanti-wanti siapapun untuk tidak mencurigai orang lain berdasarkan keyakinan yang seseorang jalankan, baik Islam, Kritsten, atau agama lain yang menjadi pijakan mereka dalam memberantas korupsi.
"Penyingkiran mereka adalah kekeliruan," tegas Usman.
Menurut Usman, tidak semestinya fitnah, penyingkiran, atau pembunuhan secara ekstrayudisial dilakukan terhadap orang yang memiliki perwujudan keagamaan fundamentalis.
"Paham kebangsaan seperti ini tak lebih dari paham pluralisme represif," kata Usman.
Sebelumnya, sebanyak 75 KPK dibebastugaskan setelah dinyatakan tidak lulus tes wawasan kebangsaan. Tes ini merupakan bagian dari proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Belakangan, materi tes wawasan kebangsaan itu terungkap ke publik. Beberapa butir pertanyaan tes tersebut memuat pertanyaan seperti pertentangan keyakinan dan negara, ihwal radikalisme, hingga LGBT.
Beberapa pihak menduga tes tersebut merupakan rangkaian penyingkiran penyidik-penyidik tertentu yang tengah menangani kasus-kasus besar seperti dugaan korupsi bansos Covid-19, ekspor benur hingga, dugaan suap komisioner KPU.