Jaksa Agung Hendarman Supandji membantah anggapan bahwa Kejagung menghalangi penyidikan kasus penggelapan barang bukti berupa 343 butir pil ekstasi, yang melibatkan dua jaksa yakni Esther Thanak dan Dara Veranita.
"Tidak ada. Kejaksaan selalu proaktif. Kalau dikatakan kejaksaan tidak memberikan izin, itu tidak ada," kata Hendarman di Kantor Kepresidenan Jakarta, Selasa (14/4).
Menurut Hendarman, sebelumnya kepolisian meminta izin agar kedua jaksa itu dipanggil sebagai saksi.
"Saya segera teken. Kemudian yang kedua, kepolisian memberitahukan sebagai tersangka dan ditahan, kalau pemberitahuan itu, apakah saya harus mengeluarkan izin," ujarnya.
Ia menjelaskan, tidak otomatis setiap memeriksa jaksa harus minta izin. Hendarman mengaku minta yang di daerah harus merumuskan pasal 8 (UU No 16/2004 tentang Kejaksaan RI) tentang hal-hal yang harus izin Jaksa Agung, dan mana yang tidak.
Ia mengatakan, pihaknya akan membuat edaran kepada jaksa di seluruh Indonesia terkait hal itu.
Saat ditanya apakah penahanan jaksa tidak memerlukan izin Jaksa Agung, Hendarman mengatakan, kepala kejaksaan tinggi dapat memutuskan dengan mengkaji konteks masing-masing kasus.
"Harus dilihat dulu, perbuatan itu apakah (terjadi saat) melakukan tugas atau tidak. Apakah itu hilangnya barang bukti dalam pelaksanaan tugas atau tidak (merujuk kasus Esther dan Dara)," jelasnya.
Sebelumnya, penyidik meminta izin kepada Jaksa Agung untuk mendengarkan keterangan dari tiga jaksa yaitu Sosia Mariska, Dara Veranita dan Esther Thanak. Atas izin itu, mereka kemudian diperiksa dan selanjutnya Esther dan Dara ditetapkan tersangka pada hari yang sama.
Terhitung sejak 23 Maret 2009 kedua jaksa tersebut ditahan pihak kepolisian. Pihak kepolisian sebelumnya telah mengirimkan surat tertanggal 31 Maret 2009 untuk meminta perpanjangan penahanan kepada pihak Kejati DKI Jakarta.