Stroke merupakan penyakit yang diidentikkan dengan datang atau menyerang secara tiba-tiba. Fatalnya lagi serangan tersebut menyerang gangguan neurologis (saraf). "Pasien ini tiba-tiba lumpuh, tibatiba tidak sadar, tiba-tiba tidak bisa bicara, pokoknya itu semua tiba-tiba," Kepala Neurosciences Center Rumah Sakit Omni Alam Sutera Dr Alfred Sutrisno SpBS.
Ahli bedah yang menyelesaikan program S-1-nya di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada ini menuturkan, stroke diakibatkan aliran darah ke otak terputus secara tiba-tiba. Aliran darah bisa terputus karena ada dua alasan, yaitu karena pembuluh darah pecah dan kedua karena pembuluh darah tersumbat.
Serangan yang begitu cepat dan mendadak, membuat penyakit ini sangat ditakuti. Penanganan yang cepat saat pasien dibawa ke rumah sakit sangat penting untuk mencegah kemungkinan terburuk. Prinsip itulah yang terus diterapkan di RS Omni Alam Sutera.
"Untuk penanganan pasien, Stroke Center di RS Omni Alam Sutera menerapkan sistem tanggap cepat.Di sini pasien yang terkena stroke langsung ditangani tanpa harus menunggu lama dan tidak kehilangan golden time," sebut dokter yang mengambil program spesialis bedah di Universitas Indonesia ini.
Alfred mengatakan, pasien stroke umumnya datang mendadak dan selalu langsung dibawa ke unit gawat darurat (UGD), kemudian ditangani dokter UGD. Biasanya kalau perlu tindakan operasi, pasien dipersiapkan untuk menjalani operasi.
Jika tidak perlu operasi, cukup dengan perawatan di ICU untuk dilakukan pengobatan saja, tergantung jenis stroke dan pengobatannya.
"Pasien stroke yang dirawat di sini tidak butuh waktu untuk menunggu. Kecepatan penanganan pasien stroke dimungkinkan dengan sistem teleradiologi. Alat ini akan mengirim hasil rontgen pasien dari alat CT-Scan atau MRI. Jadi keadaan si pasien bisa kita ketahui secara cepat, dari rontgennya," ucap Alfred.
Hasil yang sudah diketahui itu bisa dikirim melalui e-mail atau MMS oleh ahli radiologi kepada dokter bedah yang menangani. Dari sini tim dokter bisa putuskan apakah pasien harus operasi atau tidak. Jadi, selama dalam perjalanan dokter yang menangani belum tiba, tetapi pelayanan sudah berjalan terus.
"Jika keluarga sudah setuju, apakah pasien boleh dioperasi, maka saat saya tiba di rumah sakit, tinggal dioperasi saja," ucap penulis buku stroke yang berjudul "You Must Know Before You Get It!!!" ini.
Tindakan atau langkah-langkah sudah dijalankan dari awal. Operasi atau tindakan stroke itu harus cepat, berkaitan dengan golden time yang hanya mempunyai waktu 3-6 jam. Karena itu keberhasilan tindakan itu bergantung pada kapan si pasien datang dan diobati.
"Tingkat keberhasilan tindakan bedah itu bergantung pada kapan si pasien itu datang dan kapan si pasien ditangani. Jadi tingkat keberhasilan itu tidak hanya bergantung pada alat, obat dan tim yang baik, tetapi juga bergantung pada kapan pasien datang," ucap Alfred.
Dengan tindakan yang cepat, kita bisa mengurangi tingkat mortalitas dan angka kecacatan. Pasien stroke yang sudah dioperasi mempunyai angka kecacatan sebanyak 85 persen dan hanya 15 persen yang bisa kembali normal. "Sebenarnya, tindakan seperti ini sudah cukup banyak dilakukan di beberapa rumah sakit, tetapi yang diunggulkan di sini adalah alat-alatnya yang bisa dibilang lengkap yang dapat membuat kualitas hidup pasien jauh lebih baik." Tim yang menangani pasien stroke di rumah sakit ini juga terbilang andal dan lengkap.
Tim tersebut terdiri atas dokter bedah saraf, dokter saraf, dokter penyakit dalam, dokter jantung, ahli neurologi bahkan sampai pada psikiater.
Salah satu dari tim medis yang menangani pasien stroke untuk bagian kejiwaan, dr Andri Suryadi SpKJ menuturkan, stroke dan depresi sangat erat hubungannya. Kelumpuhan atau kondisi yang membuat ruang gerak pasien terbatas pascastroke akan mengakibatkan pasien menjadi kehilangan harga diri dan kepercayaan dirinya.
"Hal ini juga lambat laun akan membuat pasien menjadi depresi," ucap dokter lulusan Universitas Indonesia ini. Faktor lain adalah faktor bagian otak yang terkena stroke. Otak adalah yang mengatur pusat perasaan seseorang sehingga hambatan atau matinya daerah tersebut akibat stroke iskemik (sumbatan) atau yang stroke hemoragik (berdarah) akan memengaruhi perasaan pasien juga.
Terapi depresi pascastroke biasanya berlangsung sesuai dengan perbaikan kondisi pasien. Ada yang memakan waktu sampai satu tahun atau bahkan seumur hidup. Depresi perlu ditangani dengan baik karena hal ini sangat memengaruhi kondisi kesehatan pasien secara umum.
Jika depresi, pasien juga akan enggan untuk mengikuti terapi yang dijadwalkan. Biasanya mereka tidak mau menjalani fisioterapi, tidak mau makan obat, diet sembarangan dan tidak mau mengikuti petunjuk dokter serta menjauh dari keluarga. Padahal itu justru akan membuat kondisi pasien pascastroke lebih buruk. Bahkan, serangan stroke bisa terjadi lagi. "Maka dari itu, depresi pascastroke perlu dikenali dan ditatalaksanakan dengan baik," ucapnya.