Plt Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP, Antam Novambar (Cuplikcom/Nabila Ebivalia)
Cuplikcom-Jakarta-Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan 3 badan di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sepakat untuk mempromosikan keselamatan dan pekerjaan yang layak di sektor kelautan dan perikanan melalui penerapan standar internasional.
"Upaya promosi ini merupakan keberpihakan Pemerintah Indonesia melalui KKP terhadap stakeholder sektor kelautan dan perikanan, sekaligus bentuk kepatuhan pada norma dan standar internasional," jelas Sekretaris Jenderal KKP, Antam Novambar dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (6/7/2021).
Antam menjelaskan 3 badan PBB dimaksud adalah the Food and Agriculture Organization (FAO)/Organisasi Pangan dan Pertanian, International Maritime Organization (IMO)/Organisasi Maritim Internasional, dan International Labour Organization (ILO)/Organisasi Perburuhan Internasional.
Lebih jauh, Kepala Biro Humas dan Hubungan Kerja Sama Luar Negeri KKP, Agung Tri Prasetyo menjelaskan, publikasi yang diterbitkan oleh FAO, IMO dan ILO tersebut bertujuan memberikan panduan kepada pembuat kebijakan maupun pemangku kepentingan di sektor kelautan dan perikanan serta ketenagakerjaan.
"Promosi melalui penerbitan brosur ini sekaligus mendorong proses ratifikasi dan implementasi instrumen internasional yang mengikat secara hukum," ujar Agung.
Hingga saat ini tercatat sudah ada 4 (empat) instrumen hukum internasional di sektor perikanan. Meliputi IMO Cape Town Agreement 2012/Perjanjian IMO Cape Town 2012 (CTA) yang berisi mengenai standar minimum global untuk desain, konstruksi, peralatan dan inspeksi kapal perikanan.
Lalu IMO International Convention on Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Fishing Vessel Personnel 1995 / Konvensi Internasional IMO tentang standar pelatihan, sertifikasi, dan tugas jaga untuk personel kapal perikanan, 1995, (STCW-F 1995), yang menetapkan sertifikasi dan persyaratan pelatihan minimum bagi awak kapal perikanan di laut.
Kemudian ILO Convention C-188 Work in Fishing Convention, 2007/Konvensi ILO tentang Bekerja di Bidang Penangkapan ikan No.188, 2007 (ILO C-188) yang menetapkan standar minimum untuk kondisi kerja dan kehidupan di kapal perikanan.
Serta FAO Agreement on Port State Measures to Prevent, Deter and Eliminate Illegal, Unreported and Unregulated Fishing, 2009 /Perjanjian FAO tentang Tindakan Negara Pelabuhan untuk Mencegah, Menghalangi dan Menghapus Penangkapan Ikan Ilegal, Tidak dilaporkan dan Tidak Diatur, 2009, (PSMA). Perjanjian ini bertujuan memperkuat kontrol pelabuhan (ikan) dalam mencegah ikan hasil penangkapan secara illegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur untuk memasuki pasar global.
Agung menerangkan, Indonesia telah meratifikasi 2 dari 4 konvensi internasional dimaksud, yaitu SCTW-F dan PSMA. Sedangkan 2 konvensi lainnya dalam tahap persiapan proses ratifikasi.
KKP juga telah menyusun aturan turunan untuk PSMA melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 39 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Ketentuan Negara Pelabuhan untuk Mencegah, Menghalangi dan Memberantas Penangkapan Ikan secara Ilegal, Tidak Dilaporkan dan Tidak Diatur, dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 52 Tahun 2020 tentang Pelabuhan Tempat Pelaksanaan Ketentuan Negara Pelabuhan untuk Mencegah, Menghalangi dan Memberantas Penangkapan Ikan secara Ilegal, Tidak Dilaporkan dan Tidak Diatur.
"Dan pada tahun 2023 Indonesia akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan Pertemuan Negara Anggota PSMA ke-4 yang bertujuan untuk meninjau sejauh mana implementasi PSMA di negara-negara anggota," imbuhnya.
Agung juga menyampaikan bahwa di bawah kepemimpinan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, salah satu yang menjadi prioritas yakni penanganan IUU Fishing untuk melindungi sektor perikanan agar dapat terus memberikan manfaat bagi nelayan lokal. Perikanan tangkap adalah tulang punggung bagi banyak komunitas pesisir dan berkontribusi pada ekonomi lokal, lapangan kerja dan ketahanan pangan.
Merujuk kepada data yang dihimpun oleh FAO, penangkapan ikan adalah salah satu pekerjaan paling berbahaya di dunia, yang juga ditunjukkan dalam tingkat kecelakaan dan kematian yang tinggi di sebagian besar negara. Perkiraan konservatif menempatkan tingkat kematian tahunan di sektor perikanan mencapai 80 jiwa per 100.000 nelayan.
Jumlah pelaut perikanan yang cedera atau menderita penyakit karena pekerjaan bahkan lebih tinggi. Kematian dan kecelakaan ini berdampak besar pada keluarga nelayan, awak kapal, komunitas nelayan, serta kegiatan search and rescue/pencarian dan penyelamatan (SAR) maritim.
“Berbagai konvensi diharapkan membuat sektor perikanan global menuju ke kondisi yang lebih baik, diantaranya meningkatnya taraf hidup pekerja, terlindunginya pekerja dari berbagai macam perbudakan dan penindasan, serta hilangnya praktik IUUF,” pungkas Agung.
Dalam brosur tersebut, FAO, IMO dan ILO juga menyampaikan informasi mengenai instrumen lain untuk keselamatan kapal perikanan dan pelaut perikanan, seperti Kode Perilaku FAO 1995 terkait Perikanan yang Bertanggung Jawab, berbagai kode keselamatan, rekomendasi keselamatan, dan pedoman teknis serta implementasi.
Bahan-bahan promosi bertemakan “Bergabung Membentuk Sektor Perikanan Masa Depan – Mempromosikan Keselamatan dan Pekerjaan yang Layak di Sektor Perikanan Melalui Penerapan Standar Internasional" dapat diunduh pada tautan http://www.fao.org/documents/card/en/c/cb5192id.