Penumpang KRL Jabodetabek menaiki gerbong Kereta. (Cuplikcom/Karina JM)
Cuplikcom-Jakarta-Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan Polanna Pramesti menyatakan sejak diberlakukannya Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP), masih banyak penumpang KRL yang tidak membawa STRP sebagai persyaratan untuk naik KRL.
Padahal, pemerintah melalui Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor SE 42 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Perkeretaapian Pada Masa Pandemi Covid 19, telah mewajibkan penumpang maupun ojek online membawa STRP. Banyaknya penumpang KRL yang tidak membawa STRP menjadi bukti pengamatan sekaligus evaluasi tim BPTJ, yang ikut serta dalam pengaawasan dan pengecekan di stasiun kereta api Bogor, dan enam stasiun lainnya di Jabodetabek pagi tadi.
"Memang masih ada saja pengguna KRL yang belum menggunakan masker rangkap, sehingga perlu diperingatkan oleh petugas," kata Polana dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (12/7/2021).
Polana melihat sejak pukul 07.00 WIB tadi sudah tidak terjadi penumpukan antrean. Artinya, situasi turut lengang dan jumlah penumpang mulai melandai.
Untuk melancarkan imbauan pemerintah terkait pentingnya membawa STRP dan menggunakan masker rangkap, Kepala BPTK Kementerian Paerhubungan bersama stakeholder terkait seperti Kepolisian, TNI, Dinas Perhubungan setempat, maupun personel PT Kereta Commuter Indonesia (PT KCI) terus mengawasi dan mengecek lokasi.
Terlebih, hal ini sejalan dengan Surat Edaran (SE) Menteri Perhubungan Nomor 50. Dalam SE itu, disebutkan pelaku perjalanan rutin kereta api komuter dalam wilayah aglomerasi wajib dilengkapi dengan STRP yang dikeluarkan Kepala Daerah setempat, atau surat tugas yang ditandatangani pimpinan perusahaan masing-masing.
Di sisi lain, Polana melihat sejak satu pekan pemberlakuan PPKM Darurat, jumlah penumpang bus AKAP pada empat terminal bus Tipe A dibawah pengelolaan BPTJ terus menurun. Penurunan penumpang di empat terminal tersebut terjadi di terminal Baranangsiang Bogor, terminal Jatijajar Depok, terminal Poris Plawad Tangerang dan terminal Pondok Cabe Tangerang Selatan. Jumlahnya terus menurun jika dibandingkan dengan penumpang rata rata Juni 2021.
"Dari yang sebelumnya melayani penumpang rata-rata 500 orang per hari, kini turun menjadi 165 penumpang per hari. Turun sekitar 67%," kata dia.
Penurunan jumlah penumpang menurut Polana juga terjadi di terminal Jatijajar. Jika sebelumnya terminal melayani rata-rata 513 penumpang per hari, kini hanya 237 penumpang per hari. Jumlah ini turun sekitar 53,8%.
"Sementara untuk bus AKDP turun sekitar 41,66% dari sebelumnya rata-rata 48 orang per hari menjadi 28 penumpang per hari," imbuhnya.
Penurunan penumpang juga terjadi di terminal Pondok Cabe dan Terminal Baranangsiang. Untuk terminal Pondok Cabe, sambung Polana, rata-rata harian penumpang yang berangkat dari terminal ini turun sekitar 58,97%. Artinya, sejak Juni 2021 tercatat ada 39 penumpang per hari, sedangkan selama PPKM Darurat hanya melayani 16 penumpang per harinya.
Adapun untuk terminal Baranangsiang penurunan jumlah penumpang AKAP yang berangkat dari terminal ini turun sekitar 28,72% dan untuk AKDP turun sekitar 24,84% .
"Untuk AKAP dari sebelumnya 188 penumpang per hari menjadi 134 penumpang per hari. Sedangkan untuk penumpang bus AKDP dari semula 330 penumpang per hari kini menjadi 248 penumpang per hari," jelas Polana.
Dengan menurunnya jumlah penumpang di empat terminal tersebut, dia berharap dapat berpengaruh terhadap turunnya angka penyebaran kasus Covid 19 di Indonesia. "Semangat diterbitkannya aturan pengetatan perjalanan transportasi darat ini merupakan respon dari kondisi darurat COVID-19 di Indonesia yang angkanya terus bertambah. Tentunya kita berharap dengan semakin menurunnya pergerakan masyarakat maka akan berdampak pada turunnya angka penyebaran kasus Covid 19 di Indonesia," pungkasnya.