Sebagaimana diketahui, masa jabatan DPR periode 2004-2009 tinggal menghitung bulan seiring dengan telah dirampungkannya pemilu legislatif. Menurut jadwal, DPR menyisakan dua masa persidangan lagi. Yang pertama berakhir bulan Juli 2009, diselingi masa reses yang bertepatan dengan ajang pemilihan presiden, dan yang kedua akan berakhir September 2009. RUU Pengadilan Tipikor ditempatkan pada masa persidangan penutup masa jabatan DPR.
"Kalau yang 16 RUU dapat diselesaikan sebelum tanggal 3 Juli, sedangkan sisanya yang 23 RUU terakhir diselesaikan pada tanggal 30 September nanti. Mudah-mudahan ini bisa terwujud," katanya.
Pada dua masa persidangan terakhir ini, DPR memang pasang target akan merampungkan 39 RUU. Total, menurut Agung, dari 284 RUU yang direncanakan dalam Prolegnas, 157 RUU diantaranya telah disahkan oleh DPR. Artinya, tingkat penyelesaian RUU DPR sudah mencapai 50% dari yang dicanangkan dalam prolegnas.
Soal nasib RUU Pengadilan Tipikor yang ditempatkan pada akhir masa jabatan DPR, Agung beralasan RUU yang merupakan inisiatif dari pemerintah itu baru masuk ke DPR sekitar Agustus. Makanya, proses pembahasan di DPR baru bisa dimulai Oktober tahun lalu. "Tidak bisa ditumplekkan semua permasalahan, tapi meskipun demikian berusaha semaksimal mungkin untuk membahasnya," Agung berdalih.
Daftar RUU, Deadline 3 Juli 2009
Sumber: Hasil Rapat Pimpinan DPR dengan Pimpinan Pansus
Tunggu sinkronisasi
Ketua Pansus RUU Pengadilan Tipikor Dewi Asmara menegaskan bahwa seluruh fraksi telah sepakat akan mengoptimalkan waktu yang tersisa. "Artinya kita tidak ingin membahas RUU sampai RDPU selesai dulu, waktu kita sudah sempit," tukasnya. Total, lanjut Dewi, delapan fraksi sudah menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah. Delapan fraksi itu terdiri dari F-KB, F-PPP, F-PG, F-PAN, F-PKS, F-PBR, F-BPD, dan F-Demokrat.
Soal target September 2009, Dewi memandang target itu wajar karena memang harus dilakukan sinkronisasi dengan RUU Komisi Yudisial, RUU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, RUU Kekuasaan Kehakiman dan RUU Peradilan Umum. "Sinkronisasi ini diharapkan dapat membangun arsitektur peradilan secara intergrated," katanya.
Direktur Indonesian Parliamentary Center (IPC) Sulastio mengatakan terhambatnya pembahasan RUU di DPR sedikit banyak juga terpengaruh oleh situasi pemilu. Ia mencontohkan RUU Susduk yang membahas tentang keanggotaan, tugas dan fungsi dewan ini, membuat partai harus berpikir ulang. "Saya melihatnya seperti ada tawar menawar antar partai pemenang di parlemen itu sendiri," ujarnya.
Sulastio juga mengkritik kebiasaan DPR pasang target tetapi seringkali meleset. Makanya, ia mengaku khawatir RUU Pengadilan Tipikor tidak selesai seperti yang ditargetkan. "Saya khawatir rencana RUU Pengadilan Tipikor diprioritaskan sebelum Oktober hanya untuk gugurkan kewajiban saja, bukan niat," Sulastio menambahkan. Alasan sinkronisasi pun, menurutnya, hanyalah alasan yang mengada-ada.