Jalan Tol Cipali di Kertajati, akses menuju kawasan Metropolitan Rebana yang digagas Pemprov Jabar (Google)
(Muslimah Revowriter Majalengka dan Member WCWH)
Akses darat ke kawasan Metropolitan Rebana makin kokoh karena di pembangunan jalan tol akses menuju Bandara Kertajati tak henti untuk terus dikebut. Pada Juli 2021 kemarin, posisi pengerjaan fisik akses sepanjang 3,7 kilometer ini sudah mencapai 70 persen. “Saat ini progress pekerjaan sudah mencapai 70,46 persen,” kata Direktur Utama PT Astra Tol Cipali Firdaus Azis kepada Bisnis pekan lalu. (Bisnis.Com, 16/7/2021)
Bisnis jalan merupakan bisnis yang sangat menggiurkan di tengah buruk dan terbatasnya akses jalan umum. Oleh karena tidak dapat dipungkiri jalan merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, yang menjadi hajat hidup publik.
Di tengah rakyat tertatih-tatih yang masih berjuang menghadapi pandemi, penguasa justru memprioritaskan pembangunan tol. Namun, apakah pembangunan jalan tol ini mendesak untuk kepentingan rakyat? Mengingat tol yang dibangun ini merupakan akses ke kawasan metropolitan Rebana yang di sana akan dibangun berbagai industri yang tentunya akan menguntungkan para pemilik modal.
Kalaulah infrastruktur dibangun demi kepentingan rakyat, rakyat yang mana? Rakyat hampir tak bisa merasakan dampak pembangunan itu. Yang ada lahan pertanian mereka berkurang karena dibebaskan untuk pembangunan infrastruktur. Meski mereka mendapat kompensasi dari pembebasan lahan, kehidupan mereka masih jauh dari kata sejahtera.
Sesungguhnya, Infrastruktur yang dibangun di atas dasar sistem kapitalisme-neolib tidak akan berorientasi pada kepentingan rakyat. Mereka menciptakan berbagai proyek strategis hanya untuk memberi peluang bagi asing menguasainya.
Sejauh ini, pembiayaan infrastruktur bersumber pada APBN-APBD sebanyak 33 persen, penugasan BUMN sebanyak 25 persen, sisanya bekerja sama dengan swasta. Dan salah satu pembiayaan yang menjanjikan adalah investasi dan utang.
Padahal, pembiayaan infrastruktur melalui investasi tentu berdampak pada keleluasaan swasta memiliki aset strategis negara. Infrastruktur bolehlah maju, tapi tak dimiliki sepenuhnya oleh rakyat dan negara. Tarif tol akhirnya mahal dan penjualan beberapa ruas tol kepada asing menjadi contoh konkretnya.
Inilah bentuk imperialisme gaya baru dimana penguasa lebih mementingkan kepentingan para pemilik modal daripada kebutuhan rakyat yang jelas-jelas mendesak.
Menurut pandangan lain dalam ajaran Islam. Penguasa seharusnya amanah mengurus dan memenuhi kebutuhan rakyat dengan skala prioritas yang adil dan membawa kemaslahatan. Karena, dalam pandangan Islam setiap pembangunan sarana publik seperti jalan dilakukan dalam rangka melayani kemaslahatan publik. Negara berkewajiban menyediakan sarana jalan tersebut sesuai kebutuhan riil di tengah-tengah masyarakat dengan kualitas baik dan gratis.
Jalan tidak dipandang hanya sekadar untuk percepatan ekonomi sehingga daerah-daerah yang dinilai kurang ekonomis meski masyarakat sangat membutuhkan tidak diperhatikan. Namun sebagai sarana untuk memudahkan perpindahan orang dan barang dalam melaksanakan setiap aktivitasnya. Baik untuk kepentingan ekonomi, menuntut ilmu, silaturahmi, rekreasi, maupun hal-hal lain yang membuat semua aktivitas masyarakat berjalan lancar, aman dan nyaman.
Untuk membangun seluruh kebutuhan itu, memang diperlukan dana yang cukup besar. Namun, negara yang kaya akan sumber pendapatan, tentu bukan menjadi masalah. Dalam sebagian pandangan ajaran Islam, telah mengatur sumber-sumber pendapatan negara yang dapat menjadi tumpuan pembangunan infrastruktur, yakni dari harta milik negara dan harta milik umum. Keduanya akan dikelola di baitulmal. Harta itu akan digunakan untuk membiayai seluruh kebutuhan negara, baik kebutuhan administrasi maupun pembiayaan untuk umat (masyarakat).
Adapun sumber-sumber pendapatan itu dapat diperoleh dari jizyah, kharaj, fai (Pajak) yang masuk pada pos harta milik negara. Sedangkan harta milik umum berasal dari pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA). Dari pengelolaan sumber-sumber ini, akan terkumpul dana ribuan triliun hingga negara tak akan kekurangan dana untuk pembiayaan pembangunan.
Disamping itu, haram mengambil sumber pendanaan untuk pembangunan infrastruktur dari Utang Luar Negeri. Karena ULN dapat dijadikan alat penjajahan bagi asing/aseng. Inilah sesungguhnya perangkap penjajah kapitalis menjerat negeri-negeri muslim untuk terus bergantung kepada mereka.
Allah SWT berfirman, “Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (TQS An Nisa : 141)
Dari pandangan menurut sistem ekonomi Islam tersebut, negara akan memiliki sumber kekayaan yang cukup untuk membiayai infrastruktur. Negara juga mampu memenuhi kebutuhan dasar warga negaranya. Sumber daya alam dikelola negara untuk kepentingan rakyat. Negara tidak akan menjual aset strategis. Semua kebutuhan rakyat terjamin. Ekonomi mengalami pertumbuhan karena produktivitas individu terjaga.
Sehingga penyediaan jalan dan infrastruktur lainnya dengan kualitas terbaik dan secara gratis adalah sebuah keniscayaan bagi negara. Pengelolaan harta negara dan milik umum dengan sistem ekonomi Islam semua itu tentu akan dapat terwujud.[]
Wallahu a'lam bishshawab.