Berbelanja tidak hanya menyenangkan bagi orang dewasa. Anak kecil juga menyukai kegiatan ini. Bedanya orang dewasa cenderung bisa menguasai diri saat membeli barang yang diinginkan. Sementara sang buah hati susah mengendalikan keinginan ketika ingin membeli sesuatu.
Barang yang menarik hatinya membuat anak-anak sangat ingin membelinya. Ujungnya ia pun merengek terus untuk dibelikan. Tak peduli berapa pun harganya.Yang penting harus beli. Malah tak jarang si anak menangis merontaronta bila keinginannya tak dipenuhi.
Jika si anak merengek ataupun menangis histeris di tengah keramaian, tentu menjadi sesuatu yang sangat tidak nyaman bagi orang tua. Kejadian inilah yang lantas membuat para orang tua memilih untuk tidak mengajak anaknya untuk berbelanja. Padahal tidak sepenuhnya keputusan itu benar. Pasalnya belanja bisa menjadi kegiatan menyenangkan untuk mendidik anak menghargai uang.
Dengan mengajarkan bagaimana berbelanja yang baik pada anak, anak-anak tidak hanya diajarkan untuk mengambil keputusan yang bijak, tentang benda-benda yang ingin mereka beli. Mereka harus dibiasakan pula untuk merasakan sulitnya memperoleh apa yang mereka inginkan. Oleh karena itu, pemberian uang saku, bisa menjadi alat bantu yang baik dalam membiasakan anak-anak untuk mengambil keputusan bijak mengenai uang dan benda-benda apa saja yang ingin mereka miliki.
Uang saku, sebenarnya sudah boleh diberikan kepada anak, ketika anak-anak telah memiliki kegiatan rutin di luar rumah, misalnya ke sekolah ataupun ke tempat kursus. Namun, batasi pemberian uang saku, jika habis sebelum waktu yang ditetapkan, orang tua harus tegas dengan tidak memberikan uang saku tambahan. Karena uang saku tambahan hanya akan memanjakan anak, dan mengajarkan mereka untuk boros dan terbiasa menghambur-hamburkan uang.
"Jika telah diberi uang saku per minggu misalnya, namun anak masih saja merengek ketika berada di toko, berkomunikasilah dengan anak-anak dengan jujur mengenai keuangan keluarga karena hal ini akan sangat baik apabila ingin mengajarkan anak untuk berbelanja," kata psikolog anak dari Universitas Indonesia (UI) Dr Rudi Wijaya.
Lebih lanjut ditambahkan ayah dari dua orang putri tersebut,pada awalnya mengajak anak-anak ke mal ataupun supermarket akan terasa sulit karena anak-anak cenderung ingin memiliki benda-benda menarik yang baru mereka lihat. "Ada baiknya mengingatkan anak, jika mengajak mereka berbelanja untuk tidak membelanjakan uang saku mereka sembarangan karena tidak akan ditambah. Itu biasanya cukup efektif dilakukan," sebut pria yang biasa disapa dengan nama Wijaya tersebut.
Cara mengajarkan anak untuk berbelanja barang-barang yang tepat bagi kebutuhannya juga bisa dilakukan di rumah. Misalnya dengan cara memberikan permainan mengenai penjaga toko. Biarkan anak menjadi penjaga toko dan membubuhi harga untuk barang-barang yang akan dijual dengan menggunakan kertas berwarna.
Sebagai orang tua, Anda berpura-pura menjadi pembeli dan membeli barang yang telah dibubuhi harga dengan uang kertas mainan. Hal ini bisa melatih anak untuk mengerti sulitnya mencari uang.
"Permainan penjual dan pembeli sangat efektif bagi anak-anak untuk belajar bagaimana berbelanja yang baik. Dalam permainan ada baiknya sang ibu yang bertindak sebagai pembeli, berusaha menawar harga yang dipatok buah hati serendah mungkin, karena itu bisa menunjukkan sikap anak," katanya.
Selain berlatih menjadi penjual, dengan penawaran harga barang yang sangat rendah, biasanya anak akan mengerti bagaimana sulitnya mencari uang atau mengumpulkannya. "Berikan pula arahan pada anak untuk memilih benda yang penting dan paling disukai dari begitu banyak benda-benda di etalase toko," ungkap Wijaya.
Senada dengan Wijaya, ibu dengan dua putra, Widie Kumala (35) mengaku cukup sulit mengajarkan anak untuk berbelanja. Butuh ketelatenan dan bimbingan dari orang tua. "Di rumah kita menyediakan celengan, itu untuk melatih anak agar mau menyisihkan uang yang dimilikinya usai berbelanja," kata dia.