"Ulang pemilu legislatif atau dukung mutlak SBY tanpa pilpres," cetus pemeran Jenderal Nagabonar Deddy Mizwar dan Saurip Kadi dalam pernyataan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (18/4).
Pemilu legislatif 9 April 2009, lanjut pasangan capres-cawapres independen dengan singkatan Desa (Deddy-Saurip), telah melanggar UUD 1945. Sebab puluhan juta anak bangsa kehilangan hak pilihnya akibat kecurangan dalam pembuatan DPT.
"Pilpres dengan sistem amburadul ini nantinya jelas mubazir, boros dan tidak legitimate. Maka solusinya bukan sekadar perbaikan DPT," ujar DeSa.
Secara sistematis, sambung DeSa, pemilu legislatif cacat hukum hingga cacat teknis administratif. Sumber-sumber kecurangan adalah DPT amburadul, banyak warga tidak dapat undangan padahal ada di DPT, banyak TPS fiktif dan DPT fiktif yang diisi petugas penguasa.
DeSa juga menyoroti pelaksanaan hingga sore dan kotak suara menginap di kelurahan sehingga amat mudah ditukar. Lalu jual beli suara sebelum entry komputer oleh petugas penguasa. Maka jumlah suara dalam kotak tidak sama dengan komputer. Kotak suara tidak dibuka selama tidak ada gugatan.
Kemudian program komputer tidak diaudit dan tidak ada sistem back up engine, sehingga ketika terjadi crash atau koneksi putus tidak kacau, karena masih ada engine satu lagi yang jalan. Namun program komputer yang digunakan kuno, sehingga mudah dimanipulasi oleh petugas penguasa.
Selain itu golput hak pilihnya dicontrengi sendiri oleh petugas penguasa. Saksi-saksi partai atau internasional di TPS tidak ada manfaat, karena tidak menginap bersama kotak suara di kelurahan. Serangan fajar berupa politik uang atas nama BLT oleh petugas penguasa.
"Pada era telematika ini negara lain terbukti bisa menerapkan sistem murah, efisien, jujur, adil, aman, transparan. Tapi di Indonesia malah menjadi ajang manipulasi," pungkas DeSa.